6 Dampak Buruk Evolusi Manusia yang Masih Terasa Hingga Kini

Febriansah
14/12/2024 12:39
6 Dampak Buruk Evolusi Manusia yang Masih Terasa Hingga Kini
Ilustrasi, evolusi manusia.(Dok. Freepik)

EVOLUSI manusia telah membawa pada kemajuan peradaban dan teknologi, namun proses ini juga meninggalkan dampak buruk yang dirasakan hingga kini.

Istilah "survival of the fittest" sering kali membuat kita berpikir bahwa seleksi alam adalah mekanisme pasti yang selalu mendorong kemajuan, menjadikan manusia lebih kuat dan lebih sehat. Namun, kenyataannya, proses tersebut jauh lebih rumit.

Untuk mencapai akhir reproduksi, seleksi alam sering kali membuat kompromi, yang pada akhirnya menyebabkan manusia mengembangkan sejumlah sifat yang kini menjadi tantangan signifikan bagi kesehatan.

Dilansir dari Mental Floss, Berikut adalah enam dampak buruk dari evolusi manusia:

1. Sakit punggung akibat bipedalisme

Munculnya bipedalisme menjadi salah satu pencapaian penting dalam evolusi manusia. Postur tegak memungkinkan kita menempuh perjalanan jarak jauh, dan Ilmuwan Charles Darwin berpendapat bahwa ini memberikan kebebasan bagi tangan untuk menggunakan alat dan membawa makanan.

Bipedalisme adalah proses pergerakan terestrial di mana suatu organisme menggunakan dua tungkai belakang atau kakinya untuk berjalan.

Pada simpanse dan hewan berkaki empat lainnya, tulang belakang berfungsi layaknya jembatan gantung. Pada tahun 2016, paleoantropolog dari Dartmouth College, Jeremy DeSilva mengatakan  "Namun, ketika struktur horizontal yang stabil diubah menjadi vertikal, stabilitasnya akan berkurang”.

Cara paling logis untuk menciptakan tulang belakang yang kokoh pada makhluk yang berdiri tegak adalah dengan menyusunnya secara lurus. Namun, struktur ini akan menghalangi jalan lahir, sementara keberlanjutan spesies memerlukan kelahiran bayi.

Akibatnya, tulang belakang manusia berevolusi menjadi bentuk "melengkung dan berantakan” Konsekuensi dari adaptasi ini adalah nyeri punggung, serta cedera umum seperti pergeseran cakram dan fraktur kompresi spontan.

2. Kaki manusia tidak sepenuhnya berjalan secara optimal

Jeremy DeSilva mengatakan bahwa manusia tidak diciptakan dari awal. Banyak bagian anatomi yang diwarisi dari nenek moyang kera, dan kaki adalah salah satu contoh yang luar biasa.

Saat manusia mulai berjalan dengan dua kaki, kita tidak lagi memerlukan kaki yang fleksibel seperti yang dibutuhkan nenek moyang kera kita untuk memanjat pohon dan meraih cabang. Untuk meningkatkan kestabilan dan memungkinkan dorongan yang lebih baik terhadap tanah, evolusi mengadopsi pendekatan yang mirip dengan "klip kertas dan lakban".

Namun, karena berjalan dengan kaki yang dimodifikasi dari kaki kera, yang dapat berputar dengan mudah, kita sering mengalami terkilir dan patah pergelangan kaki. Kita juga merasakan nyeri pada tulang kering, plantar fasciitis, dan lengkungan kaki yang runtuh. Ini bukan hanya masalah zaman modern, para ilmuwan bahkan menemukan tanda-tanda cedera kaki serupa dalam catatan fosil.

3. Melahirkan adalah hal yang sulit bagi manusia

Jika dibandingkan dengan kera, persalinan pada manusia jauh lebih sulit. Hal ini disebabkan oleh panggul manusia yang lebih sempit, sementara kepala besar dan bahu lebar bayi dapat menyulitkan proses kelahiran.

Manusia telah mengembangkan solusi kultural yang menarik untuk masalah kelahiran yang lama dan menyakitkan. Bagi sebagian besar mamalia, kelahiran terjadi secara alami. Sementara itu, hampir semua ibu pada manusia mencari bantuan dari saudara, bidan, atau dokter saat melahirkan.

4. Mengonsumsi makanan cepat saji

Ada alasan kuat mengapa sulit untuk berhenti mengonsumsi makanan cepat saji dan permen. Gula adalah sumber utama energi, dan kelebihannya disimpan sebagai lemak untuk membantu kita bertahan saat menghadapi kekurangan makanan.

Sebelum adanya pertanian dan industrialisasi, ketika makanan sulit didapat atau tidak stabil, rasa suka terhadap gula sangat penting untuk kelangsungan hidup. Namun, kini dengan ketersediaan gula olahan di toko-toko, manusia mengonsumsinya secara berlebihan. Akibatnya, kita kini menghadapi epidemi obesitas dan peningkatan kondisi seperti diabetes dan hipertensi.

5. Manusia berjuang melawan penyakit mental

Seleksi alam tidak menghilangkan kondisi berbahaya seperti skizofrenia dan depresi, meskipun gangguan-gangguan ini sering kali dikaitkan dengan angka kelahiran yang lebih rendah.

Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa saudara kandung yang tidak terpengaruh oleh gangguan mental mungkin berperan, karena mereka dapat mewariskan mutasi genetik kepada anak-anak mereka, sehingga gangguan tersebut tetap ada dalam kumpulan gen.

Peneliti lain telah menyelidiki asal-usul gangguan mental dan menemukan bahwa meskipun merugikan bagi banyak orang, beberapa penyakit ini tampaknya memberikan keuntungan evolusi.

Misalnya, meskipun beberapa gejala depresi dapat melemahkan, beberapa peneliti berpendapat bahwa kondisi tersebut juga dapat mendorong pola pikir analitis yang sangat produktif dalam memecahkan masalah.

Penelitian lainnya menunjukkan bahwa gen yang terkait dengan skizofrenia mungkin telah berperan dalam membantu manusia mencapai tingkat kognisi yang kompleks.

6. Memiliki gigi bungsu berkat otak kita yang lebih besar

Setelah manusia mulai berjalan tegak, terjadi transformasi besar lainnya, otak dapat berkembang jauh lebih besar. Untuk menampung otak yang lebih besar, bentuk wajah berubah, dan rahang menjadi lebih sempit.

Namun, bagi banyak orang, ini berarti bahwa gigi geraham ketiga, atau gigi bungsu, yang dulunya penting untuk mengunyah, tidak memiliki cukup ruang untuk tumbuh, sehingga menjadi impaksi. Jika gigi impaksi ini tidak dicabut, gigi tersebut bisa menyebabkan rasa sakit yang parah atau infeksi.

Namun, seleksi alam terus berjalan, mutasi genetik yang mencegah pembentukan gigi bungsu telah menyebar, sehingga saat ini lebih banyak orang yang lahir tanpa gigi geraham ketiga.

(Mental Floss/Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya