Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
Dunia telah berkembang berkat digitalisasi dan pemanfaatan teknologi komputer. Segala sesuatunya kini begitu mudah terhubung berkat internet, namun di balik itu ada risiko terhadap keamanan digital.
"Penyedia layanan internet maupun platform digital memang menyediakan fasilitas untuk membantu mengamankan data, tetapi kontrol utama tetap ada pada masing-masing pengguna," kata Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Swiss German University, Loina Lalolo Krina di Malang, Jawa Timur, Kamis (30/6).
Tantangan keamanan digital antara lain keterhubungan secara luas dan identitas anonim atau berbeda dengan dunia nyata selain itu ada strategi penipuan yang memanfaatkan kelemahan pengguna jauh lebih mudah digunakan daripada meretas perangkat digital.
"Tercatat jumlah serangan siber di tahun 2020 meningkat 5 kali lipat dibanding tahun 2019. Pada 7 bulan pertama tahun 2020 angka serangannya mencapai 189,9 juta kasus," ungkap Loina.
Fakta lainnya mengungkap, sebanyak 93% konsumen di Indonesia terhubung ke lebih banyak perangkat semenjak pandemi di tahun 2020. Namun hanya 1 dari 10 orang yang membeli perangkat lunak keamanan tambahan. Sementara data pribadi di dunia digital sangat rawan disalahgunakan. Setiap orang akhirnya harus memiliki kompetensi untuk dapat mengamankan perangkat digital maupun data pribadinya.
Di antaranya menggunakan fitur-fitur keamanan digital seperti menggunakan password yang tidak mudah ditebak, serta rutin menggantinya. Kemudian berikan pengamanan tambahan seperti 2 Factor Authentification dan saat beraktivitas di dunia digital saring kembali informasi yang dibagikan di media sosial. Jangan menyebarkan data pribadi yang bisa disalahgunakan pihak yang tidak bertanggung jawab. (OL-12)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved