Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Ilmuwan Kini Tahu Jumlah Materi di Alam Semesta

Wisnu AS
30/9/2020 14:18
Ilmuwan Kini Tahu Jumlah Materi di Alam Semesta
.(AFP/NASA)

TIM astrofisikawan AS menghasilkan salah satu pengukuran paling tepat yang pernah dibuat mengenai jumlah total materi di alam semesta. Ini merupakan misteri lama tentang kosmos.

Jawabannya, seperti yang diterbitkan dalam The Astrophysical Journal pada Senin (28/9), materi menyumbang 31,5% plus minus 1,3% dari jumlah total materi dan energi yang menyusun semesta. Sekitar 68,5% sisanya merupakan energi gelap sebagai kekuatan misterius yang menyebabkan perluasan alam semesta semakin cepat dari waktu ke waktu dan pertama kali disimpulkan setelah pengamatan supernova yang jauh pada akhir 1990-an.

"Dengan kata lain, itu berarti jumlah total materi di alam semesta yang dapat diamati setara dengan 66 miliar triliun kali massa Matahari kita," kata Mohamed Abdullah, seorang ahli astrofisika dari University of California, Riverside, dan penulis utama makalah tersebut, kepada AFP.

Sebagian besar dari materi itu--sekitar 80%--disebut materi gelap. Sifatnya belum diketahui, tetapi mungkin terdiri dari beberapa partikel subatom yang belum ditemukan.

Pengukuran terbaru sesuai dengan nilai yang sebelumnya ditemukan tim lain menggunakan teknik kosmologis yang berbeda, seperti mengukur fluktuasi suhu dalam radiasi energi rendah yang tersisa dari Big Bang. "Ini menjadi proses panjang selama 100 tahun sehingga kami secara bertahap menjadi lebih baik dan lebih tepat," kata Gillian Wilson, rekan penulis studi dan profesor di UCR kepada AFP.

"Sangat keren bisa membuat pengukuran mendasar tentang alam semesta tanpa meninggalkan planet Bumi," tambahnya.

Jadi, bagaimana tepatnya Anda menimbang alam semesta? Tim itu menyempurnakan teknik berusia 90 tahun yang melibatkan pengamatan cara galaksi mengorbit dalam gugus galaksi sebagai sistem masif yang berisi ribuan galaksi.

Pengamatan itu memberi tahu mereka seberapa kuat tarikan gravitasi setiap gugus galaksi. Dari sini, massa totalnya dapat dihitung.

Faktanya, jelas Wilson, teknik mereka pada awalnya dikembangkan oleh astronom perintis Fritz Zwicky, orang pertama yang mencurigai keberadaan kegelapan materi di gugus galaksi pada 1930-an. Dia memperhatikan bahwa massa gravitasi gabungan dari galaksi yang dia amati di gugus galaksi bernama Coma tidak cukup untuk mencegah galaksi-galaksi itu terbang menjauh satu sama lain. Ia menyadari pasti ada beberapa materi tak terlihat lain yang berperan.

Tim UCR, yang penelitiannya menerima uang dari US National Science Foundation dan NASA, menyempurnakan teknik Zwicky. Mereka mengembangkan alat yang disebut GalWeight untuk menentukan lebih akurat galaksi yang termasuk dalam gugus tertentu dan yang tidak.

Mereka menerapkan alat mereka ke Sloan Digital Sky Survey, peta tiga dimensi paling detail dari alam semesta yang saat ini tersedia. Mereka mengukur massa 1.800 gugus galaksi dan membuat katalog.

Akhirnya, mereka membandingkan jumlah gugus yang diamati per unit volume dalam katalog dengan serangkaian simulasi komputer. Masing-masing diberi nilai berbeda untuk total materi semesta.

Simulasi dengan materi yang terlalu kecil memiliki kelompok paling sedikit. Simulasi dengan materi terlalu besar memiliki kelompok paling banyak.

Wilson menjelaskan bahwa memiliki ukuran yang lebih tepat dari jumlah total materi di semesta dapat membawa kita selangkah lebih dekat untuk mempelajari sifat materi gelap. Alasannya, kita tahu seberapa banyak materi yang harus kita cari ketika para ilmuwan melakukan percobaan partikel, misalnya di Large Hadron Collider.

Terlebih lagi, "Jumlah total materi gelap dan energi gelap memberi tahu kita nasib alam semesta," tambahnya. Konsensus ilmiah saat ini ialah kita sedang menuju Pembekuan Besar karena galaksi bergerak semakin jauh. Akhirnya, bintang-bintang di galaksi tersebut kehabisan bahan bakar. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya