Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
BILA mengingat-ingat dan melakoni penggunaan transportasi publik, rasanya cuma meninggalkan rasa miris di dalam diri.
Betapa tidak, pelayanan publik yang satu ini sungguh mengenaskan.
Padahal, tranportasi merupakan sarana penunjang kehidupan masyarakat setiap hari.
Namun, masih banyak yang belum memadai dan menyebar secara merata di penjuru negeri.
Belum lagi banyak peristiwa menyedihkan yang mengguncang ketenangan masyarakat dalam dunia transportasi.
Transportasi sepertinya berubah menjadi mesin pemusnah massal yang merenggut banyak nyawa, mulai dari kondisi mesin yang dibilang rusak, hingga perilaku orang yang menjadi operatornya.
Ketika muncul berita tentang kendaraan untuk keperluan publik dibeli dari barang bekas, rasanya tinggal menunggu waktu saja untuk terjadi kecelakaan.
Alasan anggaran yang ada hanya cukup untuk membeli barang second kerap didengungkan.
Pelan tapi pasti, akhirnya niat busuk pemangku kepentingan tersebar juga bahwa ada fee dari situ.
Bau amis pengadaan berujung kematian warga yang tak tahu apa-apa, dan abai terhadap keselamatan manusia.
Musibah memang tak bisa ditebak kapan datangnya.
Kita pun tak bisa menyalahkan kalau masih banyak anggota masyarakat yang memilih kendaraan pribadi sebagai sarana mobilitas. Mereka beralasan kendaraan publik jauh dari layak dan itu harus diakui kebenarannya.
Kalau akhirnya terjadi kecelakaan akibat kondisi tunggangan publik yang tak laik, siapakah yang harus bertanggung jawab?
Biasanya, sejumlah pihak akan mengarahkan telunjuk ke seberang dan nyaris tak pernah menuding diri sendiri.
Sudah saatnya kita kaji kembali dan ubah paradigma tentang kendaraan umum sebagai pelayan publik.
Jangan sampai menunggu terjadinya musibah akhirnya semua baru berbenah.
Semoga tidak ada lagi kabar duka dari sistem transportasi di negari ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved