Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Peran Sentral Pemerintah Dibutuhkan Atasi Kekarut-marutan KTP-E

Abiyyu Ghulman Gunawan Mahasiswa KPI UIN SGD Bandung
25/10/2017 12:29
Peran Sentral Pemerintah Dibutuhkan Atasi Kekarut-marutan KTP-E
(ANTARA/ADENG BUSTOMI)

HADIRNYA regulasi baru dalam pembaruan sistem basis data penduduk melalui pembuat­an kartu tanpa penduduk elektronik atau KTP-E menjadi keuntungan dan tantangan. Dari sisi keuntungan, penyer­taan teknologi untuk mengolah data kependudukan menjadikan sistem lebih efektif dan menandakan ciri masyarakat modern. Namun, tantangannya terletak pada pelaksanaan yang membutuhkan perencanaan matang, kesiapan sistem, dan sosialisasi secara masif di masyarakat agar tidak terjadi kekeliruan yang menyebabkan program ini mengalami antiklimaks.

Program pembaruan basis data merupakan langkah awal penerapan SIN (single identity number) atau satu manusia satu identitas.

Pemberlakuan KTP-E diharapkan bisa menertibkan administrasi kependudukan, misalnya mencegah KTP ganda dan pemalsuan KTP, agar tercipta keakuratan data penduduk untuk mendukung program pembangunan.

Program yang dicanangkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 2011 ini bukan tanpa masalah. Anggaran proyek yang begitu besar, sistem pelayanan yang dirasa baru di mata masyarakat, membuat segelintir orang mencium adanya ladang keuntungan.

Kekarut-marutan program KTP-E tecermin dalam persoalan pencairan anggaran, kesiapan sistem, kualitas KTP tidak semestinya, pungutan liar, bahkan yang paling santer dibicarakan ialah kasus korupsi yang diduga melibatkan kalangan tersohor di negeri ini.

Permainan anggaran ini menyebabkan kualitas KTP jauh dari ekspektasi. Keluhan masyarakat lebih ditekankan pada kualtas, terutama permukaan KTP, dengan lapisan plastik mudah terkelupas dan inilah yang banyak dikeluhkan. Ironis sekali, identitas yang berlaku seumur hidup tidak ditunjang kualitas yang memadai.

Belakangan muncul masalah baru, yakni ketersediaan blangko KTP-E. Hal itu menyebabkan lamanya proses pembuatan KTP-E. Hal itu kemudian memunculkan masalah klasik di negeri ini, yakni pungutan liar.

Seolah telah menjadi budaya yang mengakar di masyarakat, pungutan liar dalam penggunaan jasa publik, utamanya pembuatan KTP-E, masih saja terjadi di beberapa daerah. Tidak sedikit masyarakat yang akhirnya menggelontorkan uang agar diprioritaskan dalam pembuatan KTP-E dan tujuan utamanya supaya prosesnya menjadi lebih singkat.

Di satu sisi kecenderungan masyarakat melakukan pungli merupakan budaya buruk, tetapi di sisi lain kecenderungan ini merupakan refleksi dari ketakutan masyarakat akan pelayanan pemerintah yang cenderung lamban dalam memproses KTP-E. Inilah bukti nyata dari tidak siapnya sistem dalam merealisasikan program yang konon anggarannya selangit.

Perumpamaan nasi sudah menjadi bubur dirasa pas untuk menggambarkan kekarut-marutan persoalan ini, tinggal menambahkan pelengkap agar bubur itu enak dinikmati. Tanggung jawab dan peran sentral pemerintah dalam menyelesaikan persoalan dirasa cocok sebagai pelengkap agar semua menjadi lebih baik.

Peran sentral pemerintah dapat direalisasikan melalui kebijakan baru, perbaikan sistem, serta sikap tegas pemerintah terhadap pelaku yang membuat persoalan ini semakin kacau sangat diperlukan. Kasus korupsi yang menjadi inti masalah diharapkan segera diselesaikan. Tidak lupa, perbaikan sistem pelayanan dengan menindak tegas pelaku pungli agar ketertiban dalam pelayanan pembuatan KTP-E berjalan semestinya. Hukum positif perihal pungli harus segera disosialisasikan kembali agar tercipta masyarakat teratur.

Pemerintah sebagai sumber awal hadirnya kebijakan harus memerankan peran sentralnya dalam menindak tegas, merevisi, dan memperbaiki jika terjadi ketidaksesuaian dengan rencana awal yang semuanya dirasa ideal. Proyek KTP-E ibarat oasis di padang pasir. Di satu sisi pemerintah ingin memuaskan dahaga masyarakat perihal suksesnya program pembangunan melalui penertiban basis data penduduk, tetapi di sisi lain segelintir orang yang haus akan keuntungan menjadikan proyek KTP-E sebagai pemuas dahaga mereka.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya