Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
MASIH segar dalam ingatan ketika pintu keluar Tol Brebes Timur menjadi neraka bagi pemudik Lebaran beberapa waktu lalu. Kemacetan panjang ini menelan korban jiwa. Selain akibat meluapnya arus kendaraan, permasalahan ini timbul akibat transaksi manual yang dirasa kurang cepat dan efektif, serta masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam mewujudkan kebudayaan praktis dan efisien yang ditunjang oleh teknologi.
Banyaknya kendaraan tidak diimbangi dengan kecepatan transaksi merupakan faktor utama yang menyebabkan kemacetan di gerbang tol. Permasalahan seperti ini tidak hanya terjadi di Brebes, tetapi menjadi masalah klasik semua pelayanan gerbang tol di Indonesia.
Kasus kemacetan pintu Tol Brebes timur dan keluhan masyarakat mengenai kemacetan menjadi stimulus bagi pemerintah dalam merespons serta memecahkan permasalahan kemacetan di gerbang tol. Perkembangan teknologi dan informasi menjadi dasar terkuat dalam mewujudkan kebijakan pemerintah dalam mengatasi kemacetan gerbang tol di Indonesia.
Tingginya minat masyarakat dalam menggunakan kendaraan roda empat direspons cepat oleh pemerintah dengan menyediakan fasilitas yang lebih praktis dan efisien. Pemerintah melalui PT Jasa Marga (persero) Tbk bergerak cepat menyelesaikan masalah ini dengan membuat kebijakan transaksi nontunai saat pembayaran tol.
Kebijakan pemerintah diwujudkan dengan adanya kartu tol-E atau tol elektronik. Kartu itu wajib dimiliki masyarakat secara masif akhir Oktober nanti. Untuk mendapatkan kartu ini juga sangat mudah, mulai di mini market terdekat, gerbang pintu tol, dan beberapa bank yang menerbitkan e-money.
Penggunaan kartu tol-E dirasa efektif dan efisien karena cepat dalam pembayaran sehingga sangat ampuh mengurai kemacetan di gerbang tol. Hadirnya kartu tol-E di masyarakat merupakan perwujudan budaya praktis dan efisien yang membuat masyarakat pengguna fasilitas tol merasakan dampak positif dari perkembangan teknologi.
Hal itu dapat memudahkan pengendara dalam bertransaksi di tol. Pengendara tidak harus merasakan antrean panjang dan menunggu lama untuk menerima uang kembalian. Dengan adanya kartu tol-E masyarakat bisa menghapus budaya lama yang terkesan kurang praktis dan efisien dalam pelaksanaannya.
Untuk menyukseskan program ini, pemerintah harus gencar menyosialisasikan ke masyarakat melalui media massa atau media komunikasi lainnya. Sosialisasi ini di antaranya mengedukasi tata cara serta prosedur bagaimana menggunakan fasilitas kartu tol-E. Peran pemerintah saja tidak cukup untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam menyuarakan program transaksi nontunai tol.
Masyarakat pun harus ikut membantu membentuk kesadaran untuk menyuarakan budaya praktis dan efisien dalam transaksi tol agar masalah kemacetan di gerbang tol bisa diatasi.
Melalui beberapa media sosial, masyarakat yang sudah mengerti prosedur transaksi nontunai tol bisa mengedukasi masyarakat lain agar tidak terjadi kekeliruan dalam tata cara penggunaan kartu tol-E.
Intinya pemerintah dan masyarakat harus bersinergi dalam menyuarakan kebijakan ini.
Pemerintah juga harus memikirkan nasib penjaga gerbang tol konvensional agar saat program ini terealisasi mereka tidak kehilangan pekerjaan. Hadirnya peran teknologi dalam mempermudah pekerjaan seharusnya tidak menghilangkan peran manusia itu sendiri.
Meski dirasa lebih praktis, pemerintah harus tetap bijak menentukan keputusan bagi pekerja gerbang tol konvensional yang mau tidak mau perannya tergantikan oleh mesin.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved