Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Konspirasi Pengurus PPRS APE dengan Pengembang Rugikan Penghuni

Penghuni APE Mantje Tapidingan, Naning Woro, dan Ade Mulyani
10/6/2017 15:00
Konspirasi Pengurus PPRS APE dengan Pengembang Rugikan Penghuni
(ANTARA/M Agung Rajasa)

SEJAK pengembang berganti jubahnya menjadi Pengurus Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Hunian dan non Hunian (PPRS) pada 2008, AD/ART Apartemen Permata Eksekutif (APE) otomatis memihak kepada kepentingan pengembang.

Dari Ketua PPRS pertama Kiki Abdul Rahman yang juga sebagai salah satu direktur pengembang PT Universal, dilanjutkan kepada Sathar Maricar yang juga bagian dari kaki tangan pengembang.

Sathar Maricar bahkan berkantor di APE yang berstatus hunian, di area lantai II.

Padahal, ada area gedung yang berstatus nonhunian.

Hingga Watimena menjadi Ketua PPRS pada pertengahan 2014, sejumlah pasal-pasal terutama di dalam AD/ART APE untuk dicabut dalam Rapat Umum Anggota PPRS.

Salah satu pasal itu berbunyi, selama AD/ART belum mendapatkan pengesahan Rapat Umum, yang berlaku ialah tata tertib penghuni yang ditetapkan penyelenggara pembangunan.

Poin-poin yang tertulis dalam pasal peralihan AD/ART itu secara gamblang ialah untuk melegalkan tindakan-tindakan penyimpangan yang dilakukan pengembang PT Universal Dwikarya yang bahkan diawal terbentuk PPRS berperan sebagai badan pengelola.

Pada 2014, kami pernah melaporkan kesekian kalinya penyelenggara PPRS kepada pihak Polres Jakarta Barat.

Watimena pun pernah dipanggil Polres Jakarta Barat terkait dengan laporan kami.

Pada 2014 juga Watimena menawarkan kepada kami untuk menghapus dan memutihkan apa yang mereka definisikan sendiri tentang out standing dengan catatan kami harus membayar tagihan listrik, air, service charge, biaya pengecatan, dan asuransi, sesuai penetapan yang berlaku saat itu.

Watimena bukan hanya lupa bahwa kami berkali-kali telah mengekspose di media massa akan perlakuan penyimpangan hukum dan kesewenang-wenangan dari penyelenggara PPRS sejak era Kiki Abbdul Rahman, Sathar Maricar, hingga era kepengurusan Watimena dan kawan-kawan.

Watimena semetinya mengeluarkan surat resmi dari PPRS kepada kami untuk membicarakan permasalahan pembayaran administrasi yang sejak 2008 ada standar ganda.

Watimena dan kawan-kawan layaknya menerapkan pola-pola diktatorisme yang dikemas jubah demokratisasi.

Pembiaran demi pembiaran penyimpangan hukum dilakukan sejak era pengembang berganti jubah menjadi PPRS tetap dilestarikan kepengurusan PPRS Watimena.

Bahkan, ada pengurus PPRS yang menjabat selama hayat dikandung badan, seperti Agustina Kusumaningsih dan Clint Wilfred Tetelepta.

Menurut kami, pengurus PPRS sekarang tidak lebih dari kepanjangan dari pengembang PT Universal Dwikarya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya