Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Portugal tidak Butuh Pemain Bintang

Achmad Maulana Wartawan Media Indonesia
12/7/2016 06:20
Portugal tidak Butuh Pemain Bintang
(AFP/FRANCISCO LEONG)

SEBAGAI salah satu negara yang punya tradisi kuat dalam sepak bola, tidak mengherankan jika Portugal kerap melahirkan pemain bintang.

Di era 60-an sampai awal 70-an, misalnya, siapa yang tidak kenal Eusebio da Silva Ferreira.

Pemain kelahiran Loureno Marques, Mozambik, pada 25 Januari 1942 itu sukses menyihir dunia setelah membawa Portugal menempati posisi ketiga di Piala Dunia 1966.

Di era 1995-2006, Portugal bahkan lebih banyak lagi melahirkan pemain bintang.

Nama-nama seperti Luis Figo, Rui Costa, Vtor Baia, Abel Xavier, dan Paulo Sousa menjadi tulang punggung Selecao das Quinas dan sekaligus pilar di klub masing-masing.

Bahkan, era itu disebut-sebut sebagai generasi emas sepak bola Portugal.

Ironinya, meski banyak melahirkan pemain bintang, tidak pernah sekali pun tim nasional senior Portugal bisa merebut trofi di turnamen mayor sebelum 2016.

Selain menempati peringkat ketiga di Piala Dunia 1966 dan peringkat keempat Piala Dunia 2006 di Jerman, prestasi terbaik timnas Portugal hanya menjadi runner-up di Piala Eropa 2004.

Tidak mengherankan jika julukan 'raja tanpa mahkota' kerap disandang Portugal.

Namun, peruntungan negeri Semenanjung Iberia itu berubah tahun ini.

Mereka menjadi kampiun Piala Eropa 2016 setelah di final mengalahkan tuan rumah Prancis 1-0.

Uniknya, kesuksesan itu didapat tim besutan Fernando Santos tersebut saat mereka tidak mempunyai banyak pemain bintang.

Betul mereka punya seorang Cristiano Ronaldo.

Namun, sang megabintang Real Mad-rid itu pun tidak bisa tampil optimal.

Bahkan, CR7 hanya mampu bemain selama sekitar 25 menit di partai puncak lantaran mengalami cedera lutut akibat dijegal gelandang Prancis Gustavo Payet.

Bukan itu saja, performa Portugal juga sama sekali tidak meyakinkan sepanjang Piala Eropa 2016. Mereka bahkan tidak pernah mencatat kemenangan sepanjang babak penyisihan grup.

Badai kritik pun terus meng-hujani skuat Portugal, termasuk sang pelatih, Fernando Santos.

Bahkan, julukan buruk juga mereka dapati, seperti 'itik buruk rupa' dan 'tim yang membosankan'.

Namun, seperti dikatakan Santos sebelum laga, tidak ada yang tidak mungkin dalam sepak bola.

Menurutnya, Prancis mungkin lebih difavoritkan, tapi Portugal punya kapabilitas untuk menang.

"Saya selalu katakan bahwa kami adalah sebuah tim. Kami sebenarnya juga memiliki banyak pemain berbakat. Akan tetapi, untuk mengalahkan lawan, kami harus bertarung lebih baik, kami juga harus berlari lebih cepat dan lebih jauh ketimbang mereka. Selain itu, kami harus lebih berkonsentrasi," cetusnya.

"Sekarang siapa yang berani mengatakan bahwa kami tidak layak berada di sini?" tukasnya.

Suka ataupun tidak, kesuksesan Portugal di Piala Eropa 2016 ini memang mengingatkan kita pada keberhasilan Yunani di Piala Eropa 2004, ataupun yang teranyar ialah kejutan Leiecester City saat menjadi kampiun Liga Primer musim lalu.

Siapa yang menyangka the Fox (si Rubah)--julukan Leicester--yang tidak punya pemain bintang mampu memecundangi klub-klub raksasa Inggris seperti Manchester City, Arsenal, Manchester United, ataupun Chelsea?

Atau Yunani yang biasa-biasa saja bisa mengungguli the Golden Generation Portugal di kandang mereka sendiri pada 2004?

Intinya ialah tidak ada yang tidak mungkin dalam sepak bola.

Selain itu, sepak bola adalah permainan tim.

Jadi, terkadang sebuah tim tidak memerlukan seorang pemain bintang untuk menjadi kampiun. (R-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya