Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
Ilustrasi: Igor Medvedev
Dahulu kau mau pegang pundakku
berjalan susuri tahun-tahun tak pasti
bimbang melangkah di lorong lengang
bibirmu lirih mengidung sebait tembang
lalu semakin pedih perlahan menghilang
Dahulu menggebu-gebu, kau sentuh jasadku
yang tak mampu membendung rindu
namun saat ini, kala itu telah sirna
waktu kini tak sesabar dulu
tak mau lagi menunggu
Banjarbaru, 2023
Dengarlah bunyi gemeretak ranting
yang meranggas hingga mengering
redakan raungan kenangan di ingatan
degup gendang telinga dalam kepala
Jemari gemetar menghalau api berkobar
di pilunya sorot mata kosong dan fana
bukan, itu bukan karena amarahnya
namun sebab mereka yang menghela
Damai, damailah hati yang berkecamuk
sunyi, sunyilah tak usah bernada tinggi
diam, diamlah tubuh yang mengamuk
biar, biarlah tak perlu diingkari
Banjarbaru, 2023
Ada setitik rasa dalam remang nuansa
di kala tatapanmu tak lagi sama
bahkan senyum pun terasa berbeda
sedikit ragu kau cengkam resah
kedua telapakmu yang terasa basah
pelan-pelan kau usapkan embun yang tiada
menjaga kesejukan, lalu kau pejamkan mata
pernah aku berbisik pelan kepada sunyi
tentang sesaknya jeratan dosa
sesal di dada yang tak kunjung sirna
di gemerlapnya kata kucari makna
hingga nanti kutunggu datangnya pagi
Banjarbaru, 2023
Waktu kini tak sesabar dulu dan aku tak mau lagi menunggu.
Syair Nirmala tanpa cela
bijaksana hingga rongga telinga
merdu nian untaian kata
namun apa daya, dunia tetaplah sama
Nirmala kini sungguh tak kuasa
tatapannya nanar penuh angkara
tak mampu lagi ia bersuara
pada kebinasaan yang kian nyata
Kesunyian adalah tangisan Nirmala
sedangkan nestapa adalah amarahnya
hanya pertanyaan yang tersisa
mampukah hatinya tetap merasa
Banjarbaru, 2023
Perempuan itu merangkak
mencari putih dalam gelap
di antara kaki-kaki lelaki
yang menghamba jemawa
Lalu temaramlah senja
di atas kepala
Diam-diam mengukir rasa
rindu dan benci diaduknya
sebagai penawar rasa hambar
lalu ia kucup secangkir sepi
Banjarbaru, 2017
Seorang perempuan tua
duduk bersila
dipangkunya si cucu
sambil mencari kutu
Di bangku
di bawah pohon kenitu
dengan bibir setengah terbuka
menembang lagu sambil bergumam
lalu tertahan sebagian
Di seberang latar berkerikil
anak lelaki diam berdiri
di bawah pohon rambutan
yang gundul tak lagi rindang
memandang dengan wajah datar
samar-samar ditelan ingatan
Didengarnya suara kelereng beradu
anak lelaki itu
dulu aku
Banjarbaru, 2017
Baca juga: Puisi-puisi Iwan Jaconiah
Baca juga: Puisi-puisi Dmitry Sukharev
Baca juga: Puisi-puisi Konstantin Simonov
Mazfiar Amriarriza, penikmat puisi dan pegiat animasi, lahir di Kebumen, 27 Desember 1985. Alumnus S-1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro, Semarang. Saat ini berdomisili dan bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Ilustrasi header: Igor Medvedev, Scene on the pier. Balaclava, cat minyak pada kanvas, 30 cm x 40 cm, 2021. (SK-1)
Kulit putih, bulu mata lentik. Kata orang itu cantik. Menurutku kita lebih manis.
Aku menyeberangi batas pantai di antara kebajikan dan kejahatan.
Petersburg, aku kan kembali bersama belahan jiwa. Mengulang janji suci kami di altar dulu
Kebebasan pun beterbangan di mana-mana serupa tarian angsa.
Kata 'kofe' sendiri berarti kondisi awal gigi balita yang tumbuh pertama kalinya. Ia kemudian goyang dan jatuh sehingga terlihat ompong.
Mungkin aku yang terlalu ingin melindungimu, namun membuatmu merasa tidak nyaman.
Saat bibir-mu terbuka sedikit, amboi, betapa itu membuatku kasmaran.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved