TIDAK salah memang jika Kota Salatiga, Jawa Tengah, mendapat predikat salah satu kota paling toleran oleh Setara Institute. Selain dihuni oleh warga multietnis, tingkat kerukunan antarumat beragama di daerah itu juga sangat tinggi.
Sore itu, misalnya, di depan Gereja Santo Paulus Miki yang berada di Jalan Diponegoro, sekelompok anak muda sibuk membagi-bagikan takjil menjelang jam berbuka puasa. Ada lima hingga tujuh pemuda gereja berdiri di tepi jalan utama kota itu.
Di tangan mereka ada gelas-gelas plastik berisi minuman es segar dan beberapa jenis makanan. Dengan penuh senyum, para pemuda itu membagikan takjil kepada para pelintas jalan dari kalangan umat muslim yang berpuasa.
Takjil yang dibagikan umat Gereja Santo Paulus Miki tersebut cukup berarti. Warga muslim yang masih di jalan dapat segera berbuka puasa karena suara azan Magrib juga sudah terdengar dari pengeras suara masjid yang bertebaran.
"Sejak saya di sini, kegiatan pembagian takjil untuk umat muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa Ramadan itu sudah ada," ujar Pendeta Gereja Santo Paulus Miki Romo Petrus Bimo Handoko kepada Media Indonesia.
Kegiatan pembagian takjil gratis ini, lanjut Romo Petrus Bimo Handoko, awalnya hanya kegiatan spontanitas hingga akhirnya menjadi sebuah kegiatan rutin. Tanpa terasa sudah enam tahun lamanya kegiatan pembagian takjil Ramadan dilakukan.
Paling tidak setiap hari 100 takjil dibagikan kepada umat muslim yang menjalankan ibadah puasa Ramadan. Bukan hanya umat Nasrani, kata Romo, seluruh umat agama lain juga dilibatkan dalam kegiatan pembagian takjil gratis.
Selain takjil yang dibagikan di jalanan, Gereja Santo Paulus Miki Salatiga juga mengadakan kegiatan buka bersama.
Luas Kota Salatiga di Provinsi Jawa Tengah tidak terlalu luas, hanya 56,78 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 20 ribu jiwa.
Udara di kota itu cukup sejuk karena berada di 571 meter dari permukaan laut dan dihimpit beberapa pegunungan dengan pemandangan cukup elok. Karena hal itu pula banyak pendatang dari berbagai belahan Nusantara datang dan menetap lama.
Wali Kota Salatiga Yulianto mengatakan meskipun daerah ini hanya berada di peringkat ketiga sebagai kota paling toleran, yang terpenting di sini tetap terjadi kerukunan antaretnis dan antarumat beragama, warga saling tolong-menolong, bahu-membahu, tanpa memandang etnis atau agamanya.
"Memelihara toleransi di Salatiga mutlak dilakukan karena kota ini merupakan baromater ketenteraman nasional," sebut Yulianto. (Akhmad Safuan/H-2)