Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
ANGGOTA nonaktif Komisi V DPR dari Fraksi PAN Andi Taufan Tiro dituntut 13 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan karena menerima uang senilai Rp7,4 miliar dari dua pengusaha, yakni Abdul Khoir dan Hengky Polisar.
“Menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa (Andi) dengan pidana penjara 13 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan,” ujar jaksa KPK Abdul Basir saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.
Dari Abdul Khoir, Andi menerima Rp3,9 miliar dan S$257.661. Dari Hengky, ia menerima S$101.807.
Uang diberikan lantaran Andi sebagai Kapoksi F-PAN mengoordinasi sejumlah anggota Komisi V dari fraksinya agar mengusulkan program aspirasi kepada Kementerian PU-Pera.
Andi mengusulkan infrastruktur jalan di Maluku dan Maluku Utara Rp170 miliar. Ia dinilai melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Salah satu pertimbangan yang memberatkan Andi ialah ia dinilai menyalahgunakan kewajiban dengan motif untuk memperkaya diri sendiri.
“Menikmati hasil perbuatan korupsi untuk kegiatan politik serta merusak check and balances antara legislatif dan eksekutif,” imbuh Jaksa Basir.
Rusak demokrasi
Andi juga dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah menjalani pidana pokok.
Dalam pertimbangannya, pencabutan hak dipilih itu karena Andi menggunakan uang korupsi yang diterimanya di antarnya untuk membiayai kegiatan-kegiatan politik dirinya. Hal itu dinilai telah merusak sendi-sendi demokrasi dan good governance principles.
“Pada hakikatnya politik ialah salah satu sarana untuk mencapai tujuan bernegara sehingga jika biaya politik yang dipergunakan terdakwa (Andi) berasal dari kejahatan, dapat dipastikan output-nya tidak akan sejalan dengan tujuan bernegara, yakni memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” tukasnya.
KPK merinci penggunaan uang korupsi yang diterima di antaranya untuk membiayai liburan Andi beserta keluarganya ke empat negara di Eropa sebesar Rp600 juta, membeli satu mobil balap sebesar Rp350 juta, dan membeli dua paket umrah senilai Rp400 juta.
Andi tersenyum dan menanggapi santai tuntutan jaksa. Ia mengakui uang hasil korupsi itu digunakan untuk membiayai kegiatan politiknya secara pribadi saat berkunjung ke daerah pemilihan. Ia juga mengapresiasi pencabutan hak dipilih oleh Jaksa KPK.
“Saya apresasi apa yang dituntut oleh JPU, mudah-mudahan itu yang adil buat saya,” katanya.
Dalam sidang dengan kasus yang sama, terdakwa Amran HI Mustary yang juga mantan Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara mengaku memberikan amplop berisi uang kepada anggota Komisi V DPR ketika melakukan kunjungan kerja di Maluku.
Namun, Amran menyebut pemberian itu sebagai suvenir dan tidak bermaksud menyuap. Hal itu ia sampaikan saat membacakan nota pembelaan (pleidoi). Amran sebelumnya dituntut 9 tahun penjara oleh jaksa KPK. (P-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved