Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Bakamla Terbiasa Minta Jatah

Erandhi Hutomo Saputra
25/3/2017 04:46
Bakamla Terbiasa Minta Jatah
(ANTARA/Yusran Uccang)

PLT Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi sudah menentukan besaran jatah (fee) yang akan diterima Bakamla dalam tiga proyek pengadaan, yakni satelit pemantau, backbone coastal surveillance system, dan kamera pemantau jarak jauh.

Pengakuan tersebut terucap setelah jaksa KPK menunjukkan barang bukti berupa tulisan tangan Eko dalam memo di proyektor di ruang sidang.

Dalam tulisan tersebut tertulis tiga proyek yang sedang berjalan di Bakamla dengan angka di samping setiap proyek.

Saat dimintai penjelasan oleh jaksa KPK, Eko menyatakan itu merupakan jatah 7,5% bagi Bakamla dari setiap proyek seperti yang diutarakan Kepala Bakamla Laksamana Madya TNI Arie Soedewo kepadanya.

Untuk proyek satelit pemantau dengan anggaran Rp222 miliar, kata Eko, Bakamla mendapat Rp16,65 miliar.

Untuk proyek kabel serat optik dengan anggaran Rp170 miliar, Bakamla terima Rp12,75 miliar.

Untuk proyek kamera pemantau jarak jauh dengan nilai Rp100 miliar, Bakamla mendapatkan Rp7,5 miliar.

Namun, sejauh ini Eko mengaku baru mendapat arahan dari Arie untuk proyek satelit pemantau.

"Ada tulisan dua proyek (kabel dan kamera) 'ngintip' itu maksudnya apa?" tanya jaksa KPK.

"Itu bahasa saya ketika dapat perintah dari Kabakamla (Arie) 7,5%. Saya mau cari tahu untuk dua (proyek) lainnya backbone dan long range camera. Beliau (Arie) katakan ada jatah 15%. Untuk bagian kita (Bakamla), 7,5% akan dibayarkan dulu 2%," jawab Eko di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.

Eko menjadi saksi untuk terdakwa Adami Okta dan Hardy Stefanus.

Adami dan Hardy merupakan anak buah pemilik PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah.


Pernah dipanggil

Saat ditanya apakah Eko tahu jatah fee untuk proyek pengadaan di Bakamla sudah ditentukan sejak awal, Eko menampik. Ia baru mengetahui jatah 7,5% ketika dipanggil Arie pada Oktober 2016.

Meski demikian, ia berasumsi penentuan jatah fee proyek-proyek Bakamla dengan para rekanan melibatkan Ali Fahmi yang merupakan stafsus Arie Soedewo.

Ia pernah melihat Ali Fahmi begitu aktif berkoordinasi dengan Hardy terkait proyek satelit pemantau. Terlebih ia menyebut jatah-jatah proyek di Bakamla merupakan hasil koordinasi Ali Fahmi dengan Arie Soedewo.

"Di BAP Anda mengatakan 'menurut saya sudah ada deal Kabakamla (Arie) dengan Ali Fahmi dengan pihak pemenang (proyek) satmon dan drone, tetapi saya hanya menerima perintah itu saja dari Kabakamla'. Ini betul?," tanya Jaksa.

"Betul, saya tidak tahu pasti tetapi beliau (Ali) stafsus bidang penganggaran pasti ada hubungan khusus dengan Kabakamla (Arie) pasti ada pembicaraan (soal jatah fee)."

Eko mengaku mendapat perintah Arie untuk menerima jatah 2% dari proyek satelit pemantau dari Hardy dan Adami.

Dari jatah tersebut, ia mendapat Rp2 miliar. Sisanya masing-masing Rp1 miliar dibagikan ke Direktur Data dan Informasi Bakamla sekaligus PPK dalam proyek itu Laksamana Pertama TNI Bambang Udoyo dan Kabiro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan.

Bambang yang menjadi saksi mengaku menerima uang Rp1 miliar. Ia mengaku terpaksa menerima karena mendapat perintah dari Arie. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya