Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Calon Peserta Alergi dengan DPR

Nur Aivanni
24/3/2017 09:04
Calon Peserta Alergi dengan DPR
(MI/Adam Dwi)

KOMISI Yudisial (KY) membuka seleksi calon hakim agung sejak 8 sampai 29 Maret untuk mengisi kekosongan di lima kamar pidana di Mahkamah Agung. Namun, sampai saat ini baru 20 orang yang mendaftar. Jumlah tersebut terbilang minim jika dibandingkan dengan seleksi calon hakim agung pada 2016 lalu.

Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Maradaman Harahap mengatakan ketatnya seleksi calon hakim agung di DPR menyebabkan keengganan masyarakat yang memiliki kompetensi untuk mendaftar sebagai calon hakim agung.

“Begitu ketatnya (seleksi) di Senayan banyak yang enggan untuk mendaftar,” kata dia saat diskusi yang bertema Dinamika seleksi calon hakim agung, di Jakarta, kemarin. Untuk itu, sambungnya, KY dan Komisi III DPR perlu membangun sinergi.

Untuk diketahui, melalui Surat Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Nonyudisial, MA membutuhkan enam hakim agung untuk mengisi kamar pidana (1 orang), kamar perdata (2 orang), kamar agama (1 orang), kamar militer (1 orang), dan kamar tata usaha negara (1 orang).

Maradaman mengutarakan jumlah pendaftar seleksi calon hakim agung kali ini masih minim ketimbang seleksi pada tahun sebelumnya yang mencapai ratusan pendaftar. Jika pendaftar belum memenuhi kuota sampai batas akhir pendaftaran, pihaknya akan membuka kemungkinan untuk memperpanjang masa pendaftaran.

“Kalau perlu, bisa diperpanjang pendaftaran ini, satu minggu atau dua minggu maksimal,” ucapnya. Kendati demikian, ia meyakini pendaftar biasanya akan muncul di detik-detik terakhir masa pendaftaran.

Simpan trauma
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi III DPR Nasir Djamil pun mengakui minimnya pendaftar seleksi calon hakim agung disebabkan mereka trauma untuk kembali diseleksi di DPR. “Mereka berpikir lewat di KY belum tentu lewat di DPR,” cetusnya.

Dalam uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung, diungkapkan Nasir, Komisi III tidak mempunyai parameter yang tetap dalam menilai calon hakim agung. “Kita tidak ada skor, hanya berupa pertanyaan-pertanyaan,” ungkapnya. Dengan begitu, diakuinya, hal itu kemudian mengurangi sisi objektivitas dalam memilih calon hakim agung.

Untuk itu, kata Nasir, baik KY maupun Komisi III perlu membangun komunikasi terkait dengan seleksi calon hakim agung. Salah satunya untuk membahas penentuan indikator bersama dalam menyeleksi calon hakim agung. Dengan begitu, tidak ada lagi perbedaan perspektif antara KY dan Komisi III dalam menyeleksi calon hakim agung.

“Perlu semacam indikator bersama terkait dengan penilaian calon hakim agung demi menjamin seleksi yang transparan, akuntabel, dan berkualitas,” tandasnya.
Calon hakim agung akan menjalani serangkaian tahapan seleksi yang diselenggarakan Komisi Yudisial. Setelah seluruh tahapan itu dilewati, Komisi Yudisial akan mengusulkan pengangkatan hakim agung ke parlemen untuk mendapatkan persetujuan. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya