Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
KETIDAKTEGASAN pemerintah dalam menegakkan aturan terkait ormas-ormas radikal dinilai menjadi salah satu penyebab maraknya aksi-aksi intoleran.
Menurut Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, kegamangan negara tersebut menyebabkan kebudayaan tidak berkembang dan mengancam ide-ide pluralisme dan kebinekaan yang selama ini menjadi perekat NKRI.
"Negeri ini aneh, takut Indonesia kehilangan pluralisme, tapi dalam setiap saat politik keagamaan dan kekuasaan berkolaborasi. Negara seharusnya tidak boleh kompromi," ujar Dedi dalam diskusi bertajuk Deradikalisasi melalui Politik Kebudayaan di kawasan Cikini, Jakarta, kemarin.
Menurut Dedi, sebenarnya Islam dan kebudayaan asli Indonesia bisa hidup berdampingan secara damai sejak dulu.
Karena itu, ia menilai gerakan-gerakan politis berbau kekerasan yang ingin menciptakan negara Islam tidak akan pernah berhasil direalisasikan di Indonesia.
"Gerakan politik kekerasan tidak akan mendapat tempat. Jangankan sekarang, zaman DI/TII saja enggak bisa. Model itu tidak akan mendapat tempat dan dukungan publik," imbuhnya.
Namun demikian, negara tidak boleh berdiam diri. Pasalnya, jika diberi angin, kelompok-kelompok intoleran bisa mematikan kebudayaan dan nilai-nilai toleransi yang selama ini termaktub dalam Pancasila.
Negara harus segera menggelar upaya serius menciptakan panduan teknis menjalankan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari agar Pancasila tidak hanya menjadi ideologi langit dan membumi.
Pancasila dibutuhkan agar nilai-nilai budaya kita tidak tergerus oleh paham radikal yang terus berkembang.
Pengamat politik Boni Hargens menambahkan ancaman terhadap kebinekaan perlu serius diwaspadai pemerintah.
Pasalnya, kelompok-kelompok agama yang dulu tidak mendapat tempat di ranah politik, kini mulai diakomodasi oleh sejumlah partai agama di parlemen.
"Sesudah 1998, kelompok-kelompok agama garis keras keluar dan memperlihatkan dirinya dengan membentuk partai agama baru. Kelompok politik ini menjadikan agama dan segala simbolnya sebagai basis dan orientasi politik," ujarnya.
Jika dibiarkan, Boni memprediksi dalam 2-3 pemilu ke depan, partai berjubah agama yang memperjuangkan NKRI syariah bakal memperoleh basis suara signifikan sejalan dengan tumbuh suburnya ormas-ormas garis keras.
Sekretaris LTN Nahdlatul Ulama Safieq Alieha menilai ancaman bagi kebinekaan bukan isapan jempol.
Di basis NU di daerah, ia menemukan ketegangan antara kelompok yang ingin mengubah dasar negara dan kelompok yang berupaya mempertahankan tradisi Nusantara terus memuncak.
"Di Sidoarjo, Banser NU mencoba menghentikan kotbah Khalid Basalamah di sebuah pengajian. Kenapa kita lakukan? Karena Halid punya mimpi mengembalikan Islam ke zaman Nabi. Kalau dibiarkan, ini bisa terus menguat. (Deo/P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved