Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Kepala Bakamla Bantah Minta Fee

Golda Eksa
11/3/2017 02:17
Kepala Bakamla Bantah Minta Fee
(Pegawai PT MTI Hardy Stefanus, tersangka terkait kasus dugaan suap pengadaan barang satelit monitoring di Badan Keamanan Laut---ANTARA/RISKY ANDRIANTO)

KEPALA Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo menegaskan dirinya tidak pernah mengatur atau mengarahkan jatah proyek pengadaan satelit pemantau senilai Rp222 miliar, seperti yang dilontarkan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Bantahan Arie disampaikan Kepala Biro Umum Bakamla Kolonel Suhardi ketika dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Menurutnya, dalam proyek tersebut, Arie terlibat sebagai pemimpin dan bukan untuk mengajak melakukan pelanggaran hukum.

"Beliau, kan, atasan karena mengemban jabatan Kepala Bakamla. Terkait dengan kasus itu, beliau juga hanya mengarahkan hal yang bersifat normatif. Tidak ada mengatur jatah proyek," ujarnya.

Dalam struktur Bakamla, lanjut dia, Arie yang menjadi pucuk pimpinan tertinggi praktis diposisikan sebagai pengguna anggaran (PA).

Terkait dengan pelaksanaan anggaran, kebijakan itu diserahkan kepada kuasa pengguna anggaran (KPA), yakni Sekretaris Utama Bakamla.

Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi kebetulan merangkap jabatan sebagai Plt Sestama Bakamla.

Kemudian, mengenai teknis pengadaan barang, wewenang itu dijalankan pejabat pembuat komitmen (PPK) yang berada di bawah KPA.

"Artinya posisi pengguna anggaran itu sangat jauh dalam hal pengadaan barang dan tidak ada kaitannya. Kenapa? Karena hal itu bersifat teknis dan ada pada level PPK."

Mengenai surat dakwaan yang dibacakan jaksa KPK, imbuh dia, Arie justru terkejut mendengar namanya disebut mengatur jatah proyek itu.


Berkoordinasi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkoordinasi dengan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI mengungkap anggota TNI dalam kasus tersebut.

Laksamana Madya Arie Soedewo disebut sebagai pihak yang mengatur jatah dalam dakwaan Hardy Stefanus yang merupakan anak buah pemilik PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Darmawansyah.

"Ada atau tidaknya aliran dana (kepada Arie Soedewo) nanti akan kita simak bersama di persidangan lanjutan. Kalau di dakwaan kita sudah munculkan konstruksi yang sifatnya umum dan konstruksi besar indikasi suap ini," jelas juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK.

Ketika ditemukan bukti cukup dan terdapat fakta persidangan yang kuat, lanjut dia, KPK akan mendalaminya.

"Dalam dakwaan juga kita sudah sampaikan bahwa ada pihak lain yang diduga terlibat termasuk pihak lain yang ada di dalam domain kewenangan peradilan militer (seperti Kabakamla Arie Soedewo). Tentu koordinasi akan kita lakukan lebih intensif dengan pihak Pom TNI agar penanganan kasus ini bisa dituntaskan," pungkasnya.

Sebelumnya, jaksa KPK Kiki Ahmad Yani membeberkan peran Arie yang membahas jatah 7,5% untuk Bakamla yang dimenangi perusahaan Fahmi dengan Plt Sekretaris Utama Bakamla Eko Susilo Hadi.

Pembahasan fee saat itu dilakukan di ruangan Arie pada Oktober 2016.

"Saat itu, Arie menyampaikan jatah 15% dari nilai pengadaan. Bakamla mendapatkan 7,5% dan akan diberikan dahulu sebesar 2%," ujar jaksa KPK Kiki Ahmad Yani saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3). (Cah/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya