Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Hakim MK Kapok Diperiksa KPK

Cahya Mulyana
17/2/2017 03:15
Hakim MK Kapok Diperiksa KPK
(Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo---MI/ ROMMY PUJIANTO)

HAKIM Mahkamah Konstitusi Maria Farida Indrati mengaku kapok diperiksa sebagai saksi perkara suap yang menjerat koleganya, Patrialis Akbar.

Maria dan hakim MK lainnya diperiksa terkait uji materi UU 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Saya berdoa supaya saya tidak mimpi ke sini lagi," terang Farida, seusai diperiksa sebagai saksi untuk tersangka pemberi suap kepada Patrialis, Ng Fenny, di Gedung KPK, kemarin.

Menurutnya pemeriksaan selama 7 jam sejak pukul 10.00 WIB membuatnya kapok, meskipun masih berstatus sebagai saksi. Maria menyatakan telah memberikan keterangan dengan jujur kepada penyidik terhadap semua yang diketahuinya.

"Macam-macam pertanyaannya, seputar perkara, dan mengenai apakah saya kenal dengan para tersangka. Banyak (jumlah) pertanyaannya dan sudah saya jawab semuanya di bawah sumpah," jelasnya.

Ia mengaku tidak melihat adanya kejanggalan selama proses penanganan perkaranya.

Termasuk soal dua kali dilakukannya rapat permusyawaratan hakim karena pertemuan 9 hakim itu bisa lebih dari banyak lagi untuk memutuskan perkara.

"Saya katakan tidak ada kejanggalan. Keputusan hakim itu tidak satu atau dua kali. Kalau melihat putusan hakim ada tulisan di garisbawahi, dan diputuskan pada rapat pemutusan hakim tanggal sekian dan terakhir tanggal sekian."

Ketua MK Arief Hidayat mengakui sistem yang telah dibangun selama ini tidak akan sanggup menghalau upaya koruptif yang dilakukan individu hakim di MK.

Akan tetapi, diawasi dan dijaga sekalipun kalau hakim tidak benar, juga bisa terjadi masalah ini (korupsi).

"Siapa pun ketuanya, siapa pun pengawasnya, bisa terjadi kalau hakimnya masih bisa digoda. Bahkan dengan sistem apa pun," jelas Arief.

"Saya tidak bisa mengatakan begitu (hakim MK tidak boleh berasal dari politisi). Sebab, negarawan yang baik itu bisa berasal dari mana pun. Kemudian (seleksi hakim) harus betul-betul menghasilkan hakim yang berintegritas, tahan godaan, baik, dan hidupnya selesai, tidak menginginkan apa-apa lagi" papar Arief.

Arief mengaku heran draf putusan bisa berpindah tangan kepada pihak di luar 9 hakim dan panitera.

Pasalnya, selama ini proses penanganan perkara berjalan sesuai prosedur yang telah lama dianut MK dan tidak ada perlakuan spesial terhadap suatu perkara.


Dalami masalah

KPK sejauh ini telah memeriksa delapan 8 hakim konstitusi.

Menurut juru bicara KPK Febri Diansyah tujuan pemeriksaan ini untuk mendalami proses persidangan dan dua kali rapat permusyarakatan hakim, yaitu pada Januari 2017 dan akhir 2016.

"Itu yang mau digali lebih dalam. Proses ini panjang, persidangan pendahuluan, pembuktian pada Januari 2017 putusannya dibatalkan, kami gali kejanggalan dan indikasi peranan PAK (Patrialis Akbar)," katanya.

Febri mengaku KPK terus mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain.

Oleh sebab itu, KPK mengenakan Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP karena diduga adanya pihak lain yang turut serta melakukan tindak pidana.

Pengejaran pihak lain itu akan lebih mudah setelah dua orang tersangka, Kamaludin dan Ng Fenny mengajukan justice collabolator.

"Kami berharap semakin terbuka lagi informasi dan konstruksi perkara ini," tutupnya. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya