Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Komnas HAM Soroti Kerawanan Pilkada

MI
15/2/2017 08:03
Komnas HAM Soroti Kerawanan Pilkada
(MI/Galih Pradipta)

KOMNAS HAM mencatat sedikitnya ada 4 potensi kerawanan pada perhelatan pilkada serentak di Tanah Air, yakni hak untuk dipilih dan memilih, konflik sosial dan kekerasan, penegakan hukum, serta tindak diskriminasi atas ras dan etnik.

Kesimpulan itu merupakan hasil pemantauan prapilkada yang dilakukan Komnas HAM sejak November-Desember 2016. Pemantauan itu berlangsung di 11 provinsi, seperti Aceh, Sumatra Barat, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Papua, Sulawesi Tengah, dan Maluku.

Ketua Tim Pemantauan Pilkada 2017 Komnas HAM Siane Indriani di Jakarta, kemarin, menjelaskan potensi kehilangan hak pilih bagi warga yang belum memiliki KTP elektronik ternyata cukup merata di tiap provinsi.

"Contohnya, Kota Jayapura, warga yang belum punya KTP-E mencapai 127 ribu. Kabupaten Bekasi 118.304 pemilih, Kabupaten Lampung Barat 31 ribu orang, Kepulauan Mentawai 1.115 warga atau setara 20% pemilih, Kabupaten Banggai Kepulauan 11.982 orang, dan Jawa Tengah 21.400 pemilih," ujarnya.

Pada kawasan tersebut juga belum sepenuhnya dilakukan pendataan atas pemilih rentan, kecuali narapidana. Bahkan, pasien yang masih berada di rumah sakit dipastikan mengalami kesulitan untuk menunaikan hak pi-lihnya.

"Persoalan seputar hak untuk dipilih dan memilih juga akan terjadi akibat kebijakan yang berbeda terhadap pemilih disabilitas dan akibat sengketa mengenai tata batas, seperti yang terjadi di Seram Bagian Barat dengan Maluku Tengah yang meliputi 1.407 pemilih dan Tulang Bawang serta Mesuji, 925 pemilih.

"Menurutnya, Komnas HAM juga mencatatkan potensi kekerasan khususnya di kawasan Aceh dan Papua akibat keberadaan kelompok sipil bersenjata dan sistem noken di 6 wilayah Papua. Potensi konflik itu diakibatkan permasalahan penyelenggaraan, KTP-E, serta calon tunggal dan petahana yang memanfaatkan sumber daya di pemerintahan.

Terkait potensi konflik sosial dan kekerasan, Komnas HAM telah melakukan pemetaan wilayah yang memiliki tingkat kerawanan tinggi. Sedangkan yang menyangkut aspek penegakan hukum, lanjut Siane, pihaknya berpandangan bahwa Bawaslu dan Panwaslu sangat perlu untuk menjangkau, termasuk menggunakan seluruh kewenangan yang dimiliki guna merealisasikan tindak pengawasan.

Selain itu, terang dia, Komnas HAM juga memperkirakan bahwa tindak penegakan hukum yang diperkirakan paling banyak terjadi ialah menyangkut sengketa pencalonan.

Mengenai potensi diskrimnasi ras dan etnik, Komnas HAM memperkirakan bahwa secara umum potensi diskirminasi itu terjadi pada masa kampanye, khususnya melalui penggunaan media sosial. (Gol/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya