Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
KEGAMANGAN pihak kepolisian dalam menindak pelaku pelanggar kebebasan beragama disebut sebagai salah satu pemicu aksi para pelanggar dan kelompok intoleran di Indonesia tidak bisa diminimalisasi.
Hal itu disampaikan Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Komnas HAM, Jayadi Damanik, dalam diskusi bertajuk Bincang Perdamaian: Potret Toleransi di Indonesia Tahun 2016 dan Prediksinya di Tahun 2017, di Balai Kartini, Jakarta Selatan, kemarin.
Jayadi mengatakan, jika kegamangan itu diteruskan, tren pelanggaran kebebasan beragama akan terus meningkat. Sejak 2014, kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yang dicatat Komnas HAM terus meningkat.
“Pada 2014 kasus yang diadukan ada 74, pada 2015 sebanyak 87 pengaduan, dan di 2016 ada lebih dari 87 kasus,” kata Jayadi.
Pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan itu didominasi beberapa jenis, yaitu pelarangan, penghalangan, dan perusakan rumah ibadah.
Jayadi juga melihat bahwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan itu lebih banyak terjadi di perkotaan daripada di perdesaan. Namun, untuk moderasinya lebih mudah dilakukan di perkotaan. Sebabnya, pelaku intoleran di perdesaan lebih resisten terhadap pandang-an toleransi dan moderat.
Kegamangan polisi tersebut diakui Kepala Bagian Mitra Ropenmas Divisi Humas Polri Kombes Awi Setiyono yang hadir dalam diskusi itu.”
“Kami akui kegamangan itu memang ada, tapi kami pastikan apa yang ditetapkan Kapolri akan menjadi perhatian seluruh jajaran. Jadi tidak boleh ada sweeping ya, tidak boleh, bahkan pengawalan sekalipun,” kata Awi.
Awi tak menampik bahwa Polri butuh dukungan dari pemuka agama terutama dari organisasi besar keagamaan yang ada di Indonesia. Dukungan tersebut bisa memperkuat dan mempermudah kinerja jajaran kepolisian di daerah.
Pemahaman Pancasila
Di sisi lain, Ketua Bidang Kebudayaan dan Hubungan Antar-umat Beragama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Imam Azis menilai hilangnya sifat kebersamaan dan keindonesiaan yang terjadi saat ini akibat lunturnya pemahaman dan pengamalan Pancasila sebagai dasar berbangsa dan bernegara.
“Negara Kesatuan RI ini sudah tidak diimajinasikan lagi oleh kelompok-kelompok yang muda ini. Ini problem sebenarnya,” ujar Imam.
Sementara itu, Engkus Ruswan dari Presidium Majelis Luhur Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa mengatakan masih banyak diskriminasi yang diterima kaum penghayat termasuk dalam bidang pendidikan. (Mtvn/X-11)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved