Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
PASANGAN calon petahana gubernur DKI Jakarta Ahok-Djarot mengingatkan pendukungnya supaya betul betul datang ke TPS untuk menggunakan hak pilih pada Pilkada Februari mendatang. Mereka berdua mengibaratkan ‘kontrak kerja’ Ahok-Djarot masih belum terselesaikan. Maka, masyarakat dianggap perlu memberikan perpanjangan masa bakti bagi pasangan petahana tersebut.
“Pokoknya bapak ibu tanggal 15 harus ke TPS. Bapak-Ibu kalau punya teman, saudara, harus bisa yakinkan mereka supaya perpanjang kontrak kami,” ujar Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sambil berkelakar di hadapan basis pendukungnya di Rumah Lembang, Jakarta, Senin (19/12).
Ia yakin masyarakat Jakarta sudah bisa melihat dengan jelas dan merasakan sendiri berbagai percepatan pembangunan ibu kota selama kepemimpinan Ahok-Djarot. Ia menganggap seluruh program pembangunan yang dulu dijanjikan sudah berjalan meski belum rampung seutuhnya. Maka, ia merasa perlu menuntaskan segala agenda pembangunan yang ia rancang di Jakarta.
“Visi misi kami kan sudah jelas. Bapak ibu tinggal pilih, mau pilih yang sudah, atau yang masih akan-akan saja,” ujar Ahok.
Ia berpesan supaya masyarakat Jakarta jangan terlalu ekstrem berpihak ke kanan atau kiri. Dia mengingatkan supaya pemilih hanya menujukan pandangan mata lurus ke arah tengah kertas suara. “Kalau sudah yakin, Bapak dan Ibu pasang kacamata kuda. Coblos tengah saja ya,” ujar Ahok.
Sementara itu, Djarot percaya masyarakat ibu kota merupakan pemilih yang sangat rasional melihat program. Uniknya, kali ini, ia ikut berbicara dengan gaya nyeleneh khas Ahok. “Makanya pemilih rasional pasti bisa gak lirik kanan-kiri. Cukup pakai kacamata kuda,tapi nggak usah nunggu lebaran kuda,” ujar Djarot.
Ia menyatakan Ahok-Djarot tak perlu memainkan dan mengumbar berbagai janji politik saat kampanye. Bagi dia, gubernur dan wakil gubernur sejatinya bukan pemimpin. Tapi, keduanya merupakan pelayan publik yang tak boleh diskriminatif. “Makanya semua warga harus dilayani. Dan yang penting bukan wacana, wacana saja sih gampang. Ah, jangan cuma jarkoni, iso ngajar tapi enggak bisa ngelakoni,” ujar Djarot. OL-2
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved