Headline

Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.

Pengampunan Presiden Momentum Rekatkan Persatuan

Rahmatul Fajri
15/8/2025 00:00
Pengampunan Presiden Momentum Rekatkan Persatuan
Ilustrasi.(MI)

PRESIDEN Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, serta amnesti kepada 1.116 orang, termasuk Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, pada 31 Juli 2025. Keduanya tersandung kasus korupsi.

Tom Lembong divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara dalam perkara impor gula, sementara Hasto divonis 3 tahun dan 6 bulan bui karena kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.

Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Endipat Wijaya membantah bahwa amnesti dan abolisi adalah bentuk intervensi terhadap penegakan hukum. Menurutnya, kebijakan itu adalah pelaksanaan hak konstitusional presiden sebagaimana diatur dalam UUD 1945. “Ini bukan perlawanan terhadap hukum, melainkan pengaplikasian hukum tertinggi negara,” ujar Endipat, di Jakarta, Rabu (6/8).

Ia menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil melalui pertimbangan yang komprehensif, termasuk aspek kemanusiaan, rekonsiliasi nasional, serta kondisi teknis seperti kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan. “Putusan pengadilan tetap sah, tetapi presiden memiliki hak untuk memberikan pengampunan dengan alasan yang kuat,” katanya.

PERTIMBANGAN MATANG

Terkait tuduhan adanya motif politik, Endipat menyebut bahwa dukungan PDIP kepada pemerintahan Prabowo-Gibran sudah terjadi sejak awal, dan kasus Tom Lembong tidak ada kaitannya dengan manuver politik. “Kasus Hasto sudah berlangsung sejak 2020, jauh sebelum spekulasi politik bermunculan. Tidak ada intervensi dari Presiden Jokowi maupun Presiden Prabowo,” tegasnya.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyatakan bahwa keputusan Presiden Prabowo untuk memberikan amnesti dan abolisi telah melalui pertimbangan yang sangat matang. “Presiden pasti telah memiliki pertimbangan yang matang untuk mengeluarkan keputusan abolisi dan amnesti, yang merupakan hak konstitusional yang diberikan kepada presiden,” ujar Hasan.
 
Ia menambahkan bahwa presiden-presiden sebelumnya juga pernah memberikan amnesti atau abolisi, terutama menjelang peringatan Hari Kemerdekaan. Menurutnya, langkah tersebut adalah bentuk konsistensi Presiden Prabowo dalam menjaga persatuan bangsa. “Presiden mengedepankan persatuan. Amnesti dan abolisi dapat digunakan untuk memperkuat semangat kebangsaan,” katanya.
 
DIMENSI KONSTITUSIONAL

Pakar hukum tata negara pada Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid menjelaskan bahwa secara filosofis serta teoritis, amnesti dan abolisi telah dikonstruksikan secara eksplisit dalam norma UUD 1945. Pasal 14 ayat (2) menyebutkan bahwa amnesti adalah penghapusan hukuman pidana yang diberikan Presiden terhadap seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana.
 
Namun, kata dia, hal itu tidak berarti semua pelaku tindak pidana dapat diberikan amnesti, khususnya kejahatan internasional atau pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Menurut Fahri, pemberian amnesti harus didasarkan pada pertimbangan DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 dan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954.
 
Konsekuensi dari amnesti adalah penghapusan segala akibat hukum pidana bagi terpidana. Presiden dapat memberikan amnesti tanpa permohonan dari terpidana. Namun, dalam praktiknya, usulan itu biasanya diajukan oleh Sekretariat Negara.

“Setelah ditinjau, usulan tersebut akan dikirim ke DPR untuk mendapat tanggapan. Bila DPR menyetujui, presiden akan mengeluarkan perintah eksekutif berupa amnesti,” kata Fahri.

KEPENTINGAN PUBLIK

Hal yang sama berlaku untuk abolisi, yaitu penghapusan proses hukum yang sedang berlangsung. Abolisi juga diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 dan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954. Berbeda dari amnesti, abolisi memiliki tiga syarat utama, terpidana belum atau telah menyerahkan diri, sedang menjalani atau telah menyelesaikan pembinaan, juga berada dalam penahanan selama proses penyelidikan atau penyidikan.
 
“Abolisi serta amnesti harus dipandang sebagai hak konstitusional yang dapat mendukung pemenuhan keadilan dan perlindungan HAM. Ini adalah bentuk pengampunan negara terhadap warganya yang melakukan kesalahan pidana,” ujarnya.
 
Fahri menilai bahwa keputusan Presiden Prabowo telah didasarkan pada kepentingan publik yang objektif dan mencakup aspek stabilitas nasional serta pencegahan perpecahan masyarakat. “Sikap presiden telah berangkat dari prosedur ketatanegaraan yang konstitusional. Amnesti dan abolisi sebagai legal declaration telah melibatkan DPR demi memenuhi prinsip checks and balances,” pungkasnya. (Faj/P-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya