Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Kumpulan Berita DPR RI
Akademisi dan pakar hukum tata negara Denny Indrayana mempertanyakan proses pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang jauh dari prinsip partisipasi bermakna. Menurutnya, penting bagi DPR dan Pemerintah untuk bisa menjelaskan seberapa partisipatif proses pembentukan UU TNI.
“Pertanyaannya, seberapa mudah dokumen naskah akademik dan rancangan undang-undang didapatkan masyarakat? Seberapa transparan proses pembahasan di DPR dapat diakses publik? Serta, seberapa banyak rakyat Indonesia yang tahu, apalagi mengerti, soal proses perubahan UU TNI?,” tanya Denny sebagai ahli dari pemohon 75/PUU-XXII/2025 dalam sidang gugatan UU TNI di Gedung MK, hari ini.
Menurut Denny, jika atas ketiga pertanyaan tersebut dapat dijawab secara positif, maka artinya partisipasi publik relatif telah dilakukan, akan tetapi jika tiga unsur tersebut tidak terlaksana maka RUU TNI dapat dikatakan jauh dari partisipasi publik bermakna.
“Terkait dengan perkara a quo (UU TNI), Mahkamah kembali diuji independensi dan hati keadilannya untuk melihat bagaimana proses perubahan UU TNI dilakukan, apakah bermakna, ataukah hanya pura-pura,” kata Denny.
Selain itu, Denny mempertanyakan apa yang menjadi faktor utama dari perubahan UU TNI dilakukan di masa awal Presiden Prabowo Subianto melalui surat Nomor R-12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari. Apalagi kata dia, beleid itu pada tanggal 26 Maret 2025 (kurang dari 1,5 bulan) sudah diundang-undangkan.
“Faktor waktu yang juga penting dicermati adalah berapa lama suatu pembahasan rancangan undang-undang dilakukan. Logika sederhananya, makin pendek dan kilat, makin sulit diharapkan adanya partisipasi publik yang bermakna,” ujarnya.
Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) itu juga menyoroti pembahasan RUU TNI yang dinilai tidak menghadirkan perdebatan dan deliberasi dinamis serta substantif di antara parpol dan fraksi di DPR. Ia jiga tidak melihat adanya pelibatan DPD atas perubahan UU TNI ini.
“Hal yang patut dikritisi dan dicurigai, jika suatu aturan undang-undang untuk militer tidak menghadirkan perdebatan yang dinamis di antara kekuatan politik, semua parpol bersepakat dan tidak menghadirkan perdebatan substansial pada seluruh tahapan pembahasan, maka itu merupakan indikasi bahwa kontrol internal tidak berjalan seharusnya,” tukasnya.
Menurut Denny, tidak wajar apabila pengaturan soal tentara hanya dibahas dalam waktu singkat dan tidak menghadirkan aspirasi dan diskusi yang tajam dan beragam.
Apalagi katanya, sejarah Indonesia memiliki berbagai catatan terkait reformasi tentara, termasuk soal dwi fungsi ABRI-yang menjadi salah satu materi muatan Perubahan UU TNI, khususnya yang mengatur posis prajurit di jabatan sipil (kementerian lembaga).
“Tanpa pembahasan yang deliberatif dan substantif di antara semua pemangku kepentingan parlemen, maka tidak ada kontrol yang bermakna dalam pembahasan Perubahan UU TNI tersebut, dan hal demikian adalah termasuk pelanggaran prinsip negara hukum dan kedaulatan rakyat,” jelasnya.
Atas dasar parameter tersebut, Denny berpandangan terjadi masalah prosedural dalam proses pembuatan Perubahan UU TNI dan secara formil bertentangan dengan konstitusi.
“Dengan mencermati fakta dan peristiwa, serta menggunakan empat parameter di atas, maka prosedur formal pembuatan perubahan UU TNI tersebut, tidak bisa dikatakan memenuhi syarat-syarat pembuatan undang-undang yang sejalan dengan prinsip negara hukum yang demokratis,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Denny yang hadir sebagai ahli dari pemohon perkara nomor 75/PUU-XXII/2025 dalam keterangannya mempertanyakan seberapa banyak masyarakat yang tahu dan dilibatkan dalam proses pembentukan UU TNI. Ia juga menyinggung proses pembentukan beleid yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuannya. (Dev/P-1)
Koordinator Tim Kuasa Hukum Iwakum, Viktor Santoso Tandiasa, menilai Pasal 8 UU Pers tidak memberikan kepastian hukum bagi wartawan
Masa jabatan keuchik tetap sesuai Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yakni dibatasi enam tahun.
Mahkamah Konstitusi membacakan putusan terhadap 15 perkara pengujian undang-undang.
Harimurti menambahkan ketidakpastian hukum ini dapat dilihat dari data empiris yang menunjukkan adanya variasi putusan pengadilan dalam memaknai Pasal 31 UU No 24 Tahun 2009.
GURU Besar Ilmu Media dan Jurnalisme Fakultas Ilmu Sosial Budaya UII, Masduki, mengajukan judicial review (JR) terkait UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pasal 65 ke MK.
DPC FPE KSBSI Mimika Papua Tengah mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) ke MK
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved