Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Mahasiswa UIN Pemohon JR Presidential Threshold Mengaku tak Punya Afiliasi

Agus Utantoro
04/1/2025 10:29
Mahasiswa UIN Pemohon JR Presidential Threshold Mengaku tak Punya Afiliasi
(MI/AGUS UTANTORO)

HAKIM Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai telah mengambil keputusan yang sangat fenomenal bagi perjalanan demokrasi Indonesia dengan mengabulkan permohonan judicial review yang diajukan oleh 4 mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga.

Keputusan Hakim Konstitusi nomor 62/PUU-XXII/2024 itu menghapus penerapan presidential threshold dalam pilpres.

Para mahasiswa itu mengaku saat mengajukan permohonan judicial review terhadap pasal 222 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017, sama sekali tidak ada kepentingannya dengan tokoh tertentu atau partai politik tertentu.

Keempat mahasiswa itu adalah Rizki Maulana Syafei, Enika Maya Oktavia, Tsalis Khoirul Fatna, dan Faisal Nasirul Haq. Keempatnya adalah mahasiswa angkatan tahun 2021 menegaskan, gugatan yang mereka ajukan tersebut semata-mata karena pasal tersebut bertentangan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif serta kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (1), pasal 28C ayat (2), pasal 28D ayat (1) dan pasal 28I atat (2) UUN Negara Republik Indonesia.

Salah satu pemohon, Enika Maya Oktavia kepada wartawan, Jumat (3/1) di kampusnya menjelaskan, yang mereka perjuangkan ini juga tidak merepresentasikan pemikiran institusi tempat mereka kuliah maupun institusi lainnya. "Perjuangan kami adalah perjuangan akademik, perjuangan konstitusional," tegas Enika. 

Untuk menghindari benturan kepentingan dan menghindari kondisi tidak nyaman lainnya baik dari kalangan pemohon, saksi ahli bahkan Hakim Konstituti, jelasnya, permohonan itu kemudian mereka ajukan setelah pelaksanaan pemilihan presiden.

"Kenapa setelah pemiluhan presiden? Karena kami tidak ingin kajian-kajian yang dilakukan tidak mendapat preseden ataupun pengaruh buruk secara politik, melainkan benar-benar kajian akademik dan benar-benar kajian substansi hukum,'' kata Enika.

Enika menegaskan, apa yang dijadikan landasannya itu benar terbukti. Dari Februari hingga terbitnya putusan yang berjalan hampir selama satu tahun, putusan Majelis Hakim Konstitusi dapat sesuai dengan harapannya. Meski sebelumnya mereka mengaku pesimistis gugatan mereka itu bisa dikabulkan.

Ia berharap, putusan tentang pembatalan penerapan presidential threshold ini dapat benar-benar menjadi angin segar bagi perjalanan demokrasi di Indonesia. Apalagi, ujarnya, sudah ada 32 permohonan yang sebelumnya yang ditolak. "Kami bersyukur, permohonan yang ke-33 ini dikabulkan," jelasnya.

Enika menegaskan, pasal 222 UU nomor 7/2017 itu bersifat open legal policy. Namun, lanjutnya, open legal policy ini memiliki berbagai batasan yang dapat dilanggar apabila melanggar rasionalitas, melanggar polaritas dan itu "Kami nyatakan dalam permohonan kami yang kamoi elaborasi dengan keadaan Pemilu 2024 yang hasilnya seperti sekarang."

Menanggapi keberhasilan para mahasiswanya ini, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Prof. Ali Sodikin mengapresiasi dan menyampaikan rasa bangga dengan pencapaian itu. (S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya