Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

MIlad Muhammadiyah dan Lahirnya Pancasila

Cahya Mulyana
18/11/2024 10:50
MIlad Muhammadiyah dan Lahirnya Pancasila
Bendera Muhammadiyah.(dok.Pribadi)

MILAD Muhammadiyah diperingati setiap tahun pada 18 November, yang menandai hari lahir organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia dan turut membidani lahirnya Pancasila, setelah Nahdlatul Ulama (NU). Pada 2024, Muhammadiyah merayakan miladnya yang ke-112 tahun. Peringatan kali ini akan dilakukan di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), 4-6 Desember 2024. 

Peringatan ini menjadi momentum untuk merefleksikan perjalanan panjang Muhammadiyah dalam memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa, khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat, sesuai dengan nilai-nilai Islam yang berkemajuan.

Tahun 2024 ini, tema Tanwir Muhammadiyah yang mengusung judul “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua” menegaskan komitmen organisasi ini dalam memperjuangkan kesejahteraan yang merata bagi seluruh masyarakat. Melalui tema tersebut, Muhammadiyah menekankan pentingnya peran strategis organisasi dalam menciptakan keadilan sosial, ekonomi, dan spiritual. 

Peran
Sejarah lahirnya Pancasila tidak lepas dari Muhammadiyah. Hal itu terungkap dari diskusi melalui aplikasi zoom yang digelar oleh Maarif Institute dan Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Uhamka yang menghadirkan sejumlah pembicara yakni  Ketua PP Muhammadiyah Hajriyanto Y. Thohari, Sejarawan Anhar Gonggong, Dosen Pendidikan Sejarah FKIP Uhamka Lelly Qodariah, dan Dekan FKIP Uhamka Desvian Bandarsya, Rabu (15/7/2020).

"Sejarah itu sering kali hanyalah biografi dari orang-orang besar meskipun kata-kata itu berlebihan. Banyak sekali para ahli filsafat sejarah yang mengkritiknya, misalnya Herbert Spencer. Tapi nyatanya memang peran orang besar itu sangat besar dalam sejarah, termasuk di dalamnya adalah sejarah kelahiran Pancasila dasar negara kita yaitu peran orang-orang besar sangat menentukan. Kebetulan sejarah orang-orang besar Muhammadiyah yang sangat besar di dalamnya," jelas Hajri. 

"Mas Mansyur itu sebelumnya berkedudukan di Jakarta dan karena keterlibatan Mas Mansyur semakin intensif dan ekstensif. Artinya, intensif itu sangat mendalam dalam pergerakan nasional untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Maka, Mas Mansur melepaskan kedudukannya sebagai ketua Muhammadiyah dan kemudian digantikan oleh Ki Bagus Hadikusumo," ungkap Hajri.

Menurutnya, memang itu bukan hanya dalam fenomena kelahiran Pancasila saja, tetapi peran tokoh-tokoh Muhammadiyah dalam pergerakan Indonesia itu sangat besar. Apalagi menjelang kemerdekaan sampai awal-awal kemerdekaan itu peran pemimpin-pemimpin pergerakan Muhammadiyah memang luar biasa. Hajri menyampaikan bahwa saat pendidikan Jepang, muncul empat serangkai. Salah satu dari empat serangkai itu adalah Mas Mansyur, Bung Karno, Bung Hatta dan Ki Hajar Dewantoro. Empat serangkai ini sering mewakili Indonesia dalam pertemuan-pertemuan atau negosiasi-negosiasi dengan tentara pendudukan Jepang.

Hajri juga menguraikan, ketika BPUPKI membentuk panitia delapan yang berperan sebagai ketua prakarsa karena tidak sesuai dengan keterwakilan politik Indonesia berubah menjadi Panitia Sembilan. Kalau dilihat secara ideologi penambahannya bagaimana latar belakang ideologi politik Panitia Sembilan. Sembilan itu 4 orang golongan Islam, yaitu Agus Salim dan Abikusno Cokrosuyoso, Kahar Muzakir dan Abdul Wahid Hasyim. Empat orang dari golongan nasionalis yaitu Hatta, Ahmad Soebardjo, Muhammad Yamin dan A.A. Maramis. Lalu Bung Karno, posisinya di tengah-tengah.

"Dari empat orang Muhammadiyah telah menyetujui untuk mencoret 7 kata itu. Maka, dibawa ke dalam sidang menjadi usulan Hatta dan mulus tanpa halangan. Apa arti dari 4 orang itu tidak berhasil. Saya tidak berlebihan kalau mengatakan sejarah Pancasila adalah sejarah Muhammadiyah," tegas Hajri. 

Sejarawan Anhar Gonggong menyepakati apa yang dijelaskan oleh Hajriyanto. 

"Saya sepakat sebenarnya tidak ada yang perlu dipersoalkan dalam arti kata bagaimana peranan Muhammadiyah dalam proses itu tidak ada yang bisa menyangkal, itu faktual. Sejarah Pancasila adalah sejarah Muhammadiyah artinya dalam proses ketika negara ini berproses membentuk dirinya sebagai bangsa dan memproklamasikan diri sebagai negara merdeka. Lalu pada esok hari 18 Agustus 1945 bisa mendirikan Negara, yang memang karena orang Muhammadiyah. Bung Karno sendiri mengaku saya orang Muhammadiyah. Dia pernah menjadi anggota Muhammadiyah di Bengkulu, dulu ya seperti itu. Jadi memang Anda tidak bisa berbicara tentang Pancasila tanpa menyebut tokoh-tokoh Muhammadiyah," jelas Anhar.

Dekan FKIP Uhamka Desvian Bandarsyah melengkapi pernyataan Hajriyanto dan Anhar. "Muhammadiyah hemat saya perlu melakukan tafsir melalui kader-kadernya, kata Mas Abdul Mu’ti itu perlu merebut tafsir. Tafsir terhadap Pancasila itu perlu direbut setelah Muhammadiyah memastikan perjalanan Pancasila di era awal kemerdekaan atau sebelum kemerdekaan. Mengingat masa lalu Muhammadiyah melalui kader-kader utamanya, telah berhasil menampilkan Pancasila dengan sangat elegan,"  kata Desvian.

Terakhir, tambah Desvian pernyataan dari Hajriyanto tentang  this is the fact bahwa sejarah Pancasila adalah sejarah Muhammadiyah tidak bisa dibantah. 

"Pernyataan itu telah diungkap pula oleh Pak Anhar Gonggong sebagai sesepuh sejarawan Indonesia pada hari ini. Kenapa begitu, karena Muhammadiyah telah memberikan pengorbanan terbesar bagi kader-kader utamanya itu terutama dalam menjaga Pancasila bagi kesatuan bangsa Indonesia. Tokoh-tokoh itu orang-orang besar dalam sejarah Muhammadiyah, orang-orang besar bagi negara Republik Indonesia. Itu bagian penting itu yang perlu ditelaah oleh generasi hari ini," pungkasnya. (I-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya