Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
ANGGOTA Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menyebut jumlah calon tunggal yang terus meningkat sejak Pilkada 2015 karena partai politik ingin memastikan kemenangan.
"Partai ingin mengamankan kemenangan sejak awal. Orientasinya menang, dan lebih mudah bertaruh dengan parpol daripada bertaruh dengan suara rakyat. Kalau ikut pilkada, kemudian bertaruh untuk merebut suara rakyat, probabilitas menangnya itu masih kecil, masih belum sepenuhnya meyakinkan" kata Titi dalam webinar yang disaksikan dari Jakarta, Minggu (4/8/2024).
Titi menjelaskan pada Pilkada Serentak 2015 terdapat tiga dari 269 daerah dengan calon tunggal, dan kemenangan mencapai 100%, kemudian sembilan dari 101 daerah yang terdapat calon tunggal pada Pilkada serentak 2017.
Baca juga : Pilgub NTT, Suku Lamaholot Beri Dukungan kepada Mantan Kapolda
"Pada Pilkada Serentak 2018, ada 16 daerah bercalon tunggal dari 170 daerah. Ternyata satu kalah, 15 menang, yang kalah ini adalah di Kota Makassar," ujar Dosen Pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) itu.
Selanjutnya, pada Pilkada Serentak 2020 terdapat 25 calon tunggal dari total 270 daerah dengan kemenangan mencapai 100%.
"Jadi, kalau ditotal mulai Pilkada 2015 hingga Pilkada 2020, dari total 53 calon tunggal, hanya satu yang kalah, sebanyak 52 menang, atau setara dengan 98,11%. Jadi, luar biasa ya kemenangan calon tunggal pada pilkada serentak sejak 2015 sampai dengan 2020," kata Titi.
Baca juga : Anies Baswedan Kuat, Cagub DKI Jakarta Diprediksi Sedikit
Lebih lanjut dia menjelaskan selain karena partai politik ingin memastikan kemenangan, peningkatan calon tunggal pada pilkada karena makin banyaknya hambatan untuk berkontestasi.
"Makin ke sini, makin banyak hambatan untuk ikut kontestasi, mendapatkan tiket pencalonan atau disebut juga dengan barrier to entry berupa makin beratnya syarat pencalonan, baik jalur perseorangan maupun partai politik," katanya.
Dahulu syarat untuk menjadi calon perseorangan itu, kata Titi, pada rentang antara 3% dan 6,5%. Akan tetapi, saat ini mencapai 6,5-10%.
Baca juga : Golkar Tunggu Hasil Survei Kedua sebelum Mendukung Calon di Pilkada Sulteng
Lalu berikut juga untuk calon dari partai politik makin berat persyaratan koalisi pencalonannya. Harus punya 20% kursi atau 25% suara sah hasil pemilu DPRD terakhir. Sebelumnya, syarat pencalonan itu hanya 15% kursi atau 15% suara sah pemilu DPRD.
Selain itu, lanjut dia calon tunggal meningkat karena adanya hegemoni kekuatan petahana.
"Jadi, petahana yang sangat kuat, lalu juga didorong oleh mesin politik yang dimiliki membuat kemudian kecenderungan calon tunggal meningkat karena lebih dari 80% calon tunggal. Dari 53 calon tunggal sejak 2015 sampai 2020 itu adalah petahana," katanya. (Ant/P-3)
Direktur Eksekutif IDN Syifak Muhammad Yus menuturkan nama-nama calon gubernur di Pilkada Jateng belum ada yang sangat populer atau dikenal lebih dari 75 persen.
Anak Presiden ke-3 RI BJ Habibie, Ilham Akbar Habibie, menyambangi kantor Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jakarta Selatan, Kamis (18/7).
PULUHAN relawan yang menamakan diri Relasi (relawan Ansy Lema), Sabtu (20/7), mendeklarasi dukungannya kepada Calon Gubernur NTT, yang diusung PDIP di Pilgub NTT, Ansy Lema.
PARTAI Kebangkitan Bangsa (PKB) bakal mengumumkan usulan bakal calon wakil gubernur (cawagub) pendamping Anies Baswedan di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024.
Dalam menentukan dukungan, Golkar mempertimbangkan hasil dari tiga tahap survei.
POTENSI yang dimiliki figur Anies Baswedan dinilai akan mempersempit ruang kandidasi calon gubernur (cagub) DKI Jakarta pada Pemilihan Gubernur 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved