Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SEBELUM bendera merah putih dikibarkan di halaman Istana Negara, teks proklamasi dibacakan terlebih dahulu. Ketua DPD Irman Gusman terpilih untuk membacakan teks yang dahulu dikumandangkan oleh Bapak Proklamator Soekarno.
"Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya," tutur Irman Gusman di Istana Merdeka, Jakarta, 17 Agustus 2016.
Hanya selang satu bulan kemudian, tepatnya 17 September 2016, sang pembaca teks proklamasi itu ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Sesak melihat pembaca Naskah Proklamasi Upacara 17 Agustus di Istana jd tersangka. Sy usulkan kali lain digilir masy biasa saja. Setuju?” tulis anggota DPR Akbar Faisal dalam akun twitternya, @akbarfaizal68.
“Tantangan terberat pada saat mendapatkan kedudukan dan jabatan adalah merawat dan menjaga nama baik, tidak mudah,” tulis Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam akun twitternya, @pramonoanung.
Irman Gusman salah satu pengusul hukuman mati bagi koruprtor saat menghadiri kegiatan Festival Antikorupsi Bandung 2015 di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung, Jawa Barat. Saat itu, ia berpendapat kalau korupsi itu kejahatan yang luar biasa dan dapat membuat peradaban manusia hancur.
Kini, sang pembaca teks proklamasi dan pengusul hukuman mati koruptor itu ditahan di rumah tahanan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Selatan, untuk 20 hari ke depan.
Berdasarkan siaran pers KPK, untuk kepentingan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi suap kepada penyelenggara negara terkait dengan pengurusan kuota gula impor yang diberikan oleh Bulog kepada CV SB di Tahun 2016, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tiga tersangka, yakni XS (Dirut CV SB), M (wiraswasta) dan IG (Ketua DPD RI).
Sebelumnya, berdasarkan hasil pemeriksaan dan gelar perkara yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari kegiatan penangkapan yang dilakukan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan ketiganya sebagai tersangka.
Tersangka IG selaku Ketua DPD RI diduga menerima hadiah atau janji dari XS dan M berupa uang senilai Rp100 juta, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, terkait dengan proses pengurusan kuota gula impor yang diberikan oleh Bulog kepada CV SB di Tahun 2016.
Sebagai pemberi, XS dan M, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai penerima, IG disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Begitu keluar dari gedung KPK pada Sabtu (17/9) sekitar pukul 23.30 WIB, Irman Gusman sudah mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye. Langkahnya terlihat mantap berjalan ke luar gedung KPK. Ia sesekali mengarahkan pandangan ke kamera yang menyorotnya.
Irman bungkam. Ia tak berkomentar soal penetapannya sebagai tersangka. Ia hanya melepas senyum. Irman terlihat menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada sambil berusaha membelah kepungan awak media yang berebutan menyecarnya. (X-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved