Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
WACANA pembentukan koalisi besar partai politik jelang Pemilu 2024 dinilai bersifat pragmatis semata. Selain hanya bertujuan untuk memenangkan kontestasi pesta demokrasi, koalisi besar juga dinilai mencederai demokrasi dan memperkeruh polaritas di tengah masyarakat.
"Kalau saya kok enggak tertarik. Untuk apa dibentuk koalisi besar? Karena nanti setelah presiden terpilih itu akan dibangun koalisi kedua," ujar Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago dalam acara Polemik Trijaya bertajuk Teka-teki Koalisi, Sabtu (8/4).
Lebih lanjut, ia menyayangkan jika ada aktor di balik pembentukan koalisi besar partai politik yang ujungnya mempertemukan dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden akan mempertajam keterbelahan publik. Apalagi, dua edisi pemilihan presiden sebelumnya juga hanya diikuti dua calon saja.
Baca juga: Bertemu PAN, Gerindra Ingin Perbesar Koalisi
"Menurut saya kita kok enggak mau belajar dari peristiwa masa lalu. Itu yang menimbulkan politik identisas, keterbelahan publik, merusak tenun kebangsaan," jelasnya.
Diskursus koalisi koalisi besar dalam konteks politik Indonesia belakangan ini merujuk penggabungan antara Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). KKIR beranggotakan Partai Gerindra dan PKB, sementara anggota KIB adalah Partai Golkar, PAN, dan PPP.
Baca juga: Zulhas Akan Penuhi Undangan Gerindra Sore Ini, Tindaklanjuti Gagasan Koalisi Kebangsaan
Terbentuknya dua poros dalam Pilpres mendatang dimungkinkan, jika PDI Perjuangan bergabung dengan koalisi besar. Adapun lawan dari koalisi besar adalah Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang beranggotakan Partai NasDem, Partai Demokrat, dan PKS.
Dalam acara yang sama, politisi Partai Demokrat Herzaky Mahendra tidak menyoalkan jika koalisi besar pada akhirnya jadi terbentuk. Menurutnya, itu adalah langkah yang sangat positif dan KPP menegaskan siap bertarung pada Pemilu 2024.
Kendati demikian, pihaknya juga terbuka jika ada partai politik yang ingin bergabung dengan KPP. Namun, partai tersebut harus mengikuti aturan main yang dibentuk oleh tiga partai pendiri KPP, salah satunya adalah komitmen mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden.
"Yang jelas komitmennya harus sama, komitmen perubahan. Capresnya adalah Anies Haswedan dan cawapresnya adalah yang dipilih oleh Mas Anies Baswedan sesuai dengan isi piagam," terangnya.
"Jadi jangan kemudian mau gabung lalu pasang syarat ini itu," tandas Herzaky.
Terpisah, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menolak ide pembentukan koalisi besar. Ide tersebut menurutnya akan mencederai demokrasi yang sehat dan bersih karena cenderung membatasi jumlah capres dan cawapres. Ia juga menyebut partai politik yang membuat koalisi besar arogan karena tidak pernah bertanya pada konstituen.
Pembentukan koalisi besar yang melahirkan dua pasang capres dan cawapres, lanjut Iqbal, menyempurnakan ambang batas presiden sebsar 20 persen. "Bisa dibilang, ini mengarah pada sistem demokrasi terpimpin yang dikomandani oleh partai politik," pungkasnya. (Z-3)
PKB menilai wacana duet Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan politikus PDI Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo sebagai gangguan dan godaan semata.
Koalisi Perubahan untuk Persatuan semakin solid dibandingkan dengan koalisi lainnya yang bahkan lebih dulu dibentuk seperti Koalisi Indonesia Bersatu (KIB)
PKB dan Gerindra segera mengumumkan bakal calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Forum Ijtima Ulama Nusantara menyebut Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang dibangun Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Gerindra tidak produktif.
Presiden Joko Widodo berharap agar partai-partai politik dapat bergabung dalam koalisi besar demi kebaikan rakyat.
Peluang koalisi besar akan terwujud semakin besar setelah lima ketua umum partai pendukung pemerintah berkumpul di Kantor PAN.
Pengamat Politik Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin menilai peluang PPP untuk melaju ke Senayan lewat Pemilu 2024 semakin berat.
KETUA DPW PAN Jawa Timur, Ahmad Rizki Sadig menuturkan Surabaya, Jawa Timur jadi tuan rumah chapter atau bab kedua bagi kerjasama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
PAN gembira dengan keputusan PPP mendukung Ganjar Pranowo sebagai capres di Pemilu 2024, sementara Golkar tetap akan mengusung Airlangga Hartarto sebagai capres di 2024.
Hingga saat ini, tiga partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) masih melakukan komunikasi intens, untuk menentukan calon presiden pada Pemilu 2024.
Capres-cawapres bisa dipilih dari ketua umum (ketum) partai, seperti Ketum Golkar Airlangga Hartarto atau Ketum PAN Zulkifli Hasan.
Ketiga anggota koalisi memiliki latar belakang sejarah dan konstituen berbeda. Jika elitnya bisa bersatu, belum tentu konstituennya juga begitu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved