Senin 13 Maret 2023, 10:30 WIB

Pemerintah Diminta Cermat Bahas RUU Perampasan Aset

Sri Utami | Politik dan Hukum
Pemerintah Diminta Cermat Bahas RUU Perampasan Aset

MI/Susanto
Santoso: Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat

 

ANGGOTA Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Santoso memaklumi hingga kini beleid RUU Perampasan Aset belum juga rampung diharmonisasi dan diserahkan ke DPR. Menurutnya pemerintah sebagai pengusul harus cermat dan memiliki tingkat kehati-hatian yang juga tinggi dalam membahas dan menyiapkan segala sesuatunya, khususnya kajian akademik.

“Yang pasti dalam RUU ini pemerintah harus betul-betul jeli, cermat dan harus hati-hati sekali membahas kajian akademiknya. Karena apa pembahasan RUU ini tidak mudah semua aspek harus dilihat dan dipertimbangkan. Jadi wajar juga kalau lama pembahasannya tapi juga jangan lama-lama karena kita butuh aturan itu,” ucapnya.

Rancangan undang-undang perampasan aset tidak hanya mengatur tentang upaya memiskinkan para koruptor tapi menyangkut spektrum yang lebih besar salah satunya dalah investasi. Maka dari itu sikap kehati-hatian dalam membahasnya sangat diutamakan.

Baca Juga: DPR: Perlu Keterlibatan Penegak Hukum dalam Evaluasi Internal Kemenkeu

“Kehati-hatian dalam membahas RUU ini sangat baik dan perlu diketahui RUU yang lamban bukan hanya soal peramparan aset tapi banyak seperti RUU badan usaha milik desa, RUU tentang daerah kepulauan itu juga lama dibahas. Karena perlu kehatia-hatian baik pemerintah, DPR dalam menyusun, membahas RUU banyak faktor,” jelasnya.

Dalam pembahasannya, pemerintah sangat alot dalam membahas poin yang terkait dengan panduan yang sudah disepakati dan diatur dalam United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) dan telah diratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Agains Corruption.

“Sebetulnya perampasan aset ini tidak terlepas dari united nation convention against corruption. Kami berangkat dari situ,” ucapnya.

Perampasan aset yang dikenal dan dilakukan selama masih menggunakan jalur pidana dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sedangkan dalam RUU ini akan diatur perampasan aset bisa melalui gugatan perdata.

“Meskipun perampasan aset di berbagai negara itu tidak hanya melalui pengadilan jalur pidana tapi juga bisa nonpidana artinya bisa dilakukan gugatan perdata. Itu yang akan kami bahas di dalam RUU Perampasan Aset,” ungkapnya.

Edward yang ditemui seusai sosialisasi KUHP baru, Jumat (10/3) di Yogyakarta juga mengatakan pemerintah memasukkan pengaturan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dalam RUU Perampasan Aset. Beneficial ownership atau pelaporan data kepemilikan korporasi akan diatur secara rinci dalam RUU ini dan bersifat wajib. Namun dia belum dapat memastikan bentuk pelaporan apakah sama dengan LHKPN dan badan yang akan menerima laporan tersebut

“Persis itu diatur dalam perampasan aset. Jadi semacam suatu pencegahan, jadi korporasi itu memberitahukan bahwa dia punya aset berapa segala macam supay dia tidak dijadikan sebagai tempat pencucian uang. Apakah sama dengan LHKPN dan dilaporkan ke KPK ini yang nanti masih akan dibahas,” ungkapnya.

Sebelumnya Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wemenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan dalam pembahasannya pemerintah sangat alot dalam membahas poin yang terkait dengan panduan yang sudah disepakati dan diatur dalam United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) dan telah diratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Agains Corruption.

“Sebetulnya perampasan aset ini tidak terlepas dari united nation convention against corruption. Kami berangkat dari situ,” ucapnya.

Perampasan aset yang dikenal dan dilakukan selama masih menggunakan jalur pidana dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sedangkan dalam RUU ini akan diatur perampasan aset bisa melalui gugatan perdata.

“Meskipun perampasan aset di berbagai negara itu tidak hanya melalui pengadilan jalur pidana tapi juga bisa nonpidana artinya bisa dilakukan gugatan perdata. Itu yang akan kami bahas di dalam RUU Perampasan Aset,” ungkapnya.

Pemerintah memasukan pengaturan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dalam RUU Perampasan Aset. Beneficial ownership atau pelaporan data kepemilikan korporasi akan diatur secara rinci dalam RUU ini dan bersifat wajib. Namun dia belum dapat memastikan bentuk pelaporan apakah sama dengan LHKPN dan badan yang akan menerima laporan tersebut

“Persis itu diatur dalam perampasan aset. Jadi semacam suatu pencegahan, jadi korporasi itu memberitahukan bahwa dia punya aset berapa segala macam supay dia tidak dijadikan sebagai tempat pencucian uang. Apakah sama dengan LHKPN dan dilaporkan ke KPK ini yang nanti masih akan dibahas,” ungkapnya. (Sru/S-1)

Baca Juga

ANTARA/WAHYU PUTRO A

Peneliti BRIN: Politik Pencitraan Harus Ditinggalkan

👤Tri Subarkah 🕔Selasa 21 Maret 2023, 23:22 WIB
"Mereka tampaknya menginginkan bahwa pemimpin ke depan punya concern terhadap pemberantasan...
MI/Mohammad Ghazi.

Willy Aditya: Koalisi Perubahan sudah Akad Nikah tinggal Resepsinya

👤Marselina Tabita Tumundo 🕔Selasa 21 Maret 2023, 22:43 WIB
Koalisi Perubahan saat ini terus mematangkan rencana untuk mendeklarasikan koalisi dan dukungan calon presiden secara...
Dinas Penerangan Angkatan Laut

TNI AL Gelar Tactical Floor Game untuk Persiapan Latihan Gabungan Lintas Negara

👤Mediaindonesia.com 🕔Selasa 21 Maret 2023, 22:36 WIB
TNI Angkatan Laut (TNI AL) melaksanakan Tactical Floor Game (TFG) yang merupakan persiapan dari agenda latihan gabungan lintas negara,...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

Top Tags

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya