Rabu 08 Februari 2023, 20:54 WIB

MK Belum Bisa Pastikan Kapan Gugatan soal Sistem Pemilu Diputus

Indriyani Astuti | Politik dan Hukum
MK Belum Bisa Pastikan Kapan Gugatan soal Sistem Pemilu Diputus

ANTARA
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta.

 

MAHKAMAH Konstitusi (MK) akan kembali menggelar sidang lanjutan pengujian materiil Undang-Undang No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) mengenai sistem proporsional terbuka, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (9/2) pukul 10.00 WIB. Pada sidang tersebut, Mahkamah akan mendengarkan pihak terkait dalam pengujian Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) hutuf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) terhadap UUD 1945.

Juru Bicara MK Fajar Laksono menyampaikan sidang tersebut akan hadir sejumlah pihak terkait antara lain Komisi Pemilihan Umum (KPU), serta perwakilan partai politik yang mengajukan permohonan sebagai pihak terkait dan telah disetujui oleh Mahkamah. Fajar belum dapat memastikan ada atau tidaknya sidang lanjutan. Pasalnya hal itu akan diputuskan oleh Mahkamah dalam sidang besok.

Baca juga: Tahun Politik, Sejumlah Anggota DPR dan DPD Raih Penghargaan

"Kita lihat dalam sidang itu nanti," teranv Fajar ketika dihubungi, Rabu (8/2).

Sejumlah partai politik non-parlemen yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Bulan Bintang (PBB) mendaftarkan diri sebagai pihak terkait ke MK, Selasa (10/1/2023). Lembaga Bantuan Hukum PSI yang diwakili oleh Francine Widjojo selaku juru bicara DPP PSI menegaskan partainya menolak secara tegas sistem proporsional tertutup.

“PSI sejak awal sudah menolak secara tegas sistem proporsional tertutup,” ujar Francine Widjojo yang merupakan advokat pada Lembaga Bantuan Hukum PSI.

Lebih lanjut ia mengatakan, urgensi PSI mengajukan diri sebagai pihak terkait dikarenakan adanya kedaulatan rakyat. Menurutnya, kedaulatan rakyat harus dibela karena kedaulatan rakyat itu berada di tangan rakyat. 

“Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Hal ini juga sejalan dengan aspirasi rakyat yang diwakili oleh delapan dari sembilan fraksi di DPR yang juga menolak sistem proporsional tertutup,” tegasnya.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam sidang sebelumnya, Kamis (26/1/2023) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk konsisten terhadap putusan Nomor 22/24/PUU-VI/2008 sehingga pemilu tetap pada proporsional terbuka. 

"Kemunduran demokrasi akan terjadi jika pemilu kembali dilaksanakan dalam sistem tertutup yang hanya memilih partai politik," ujar Supriansa dari Fraksi Golkar di ruang sidang pleno MK dengan agenda mendengarkan keterangan DPR RI dan pemerintah yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman.

Menurut delapan fraksi di DPR, tidak ada urgensi bagi MK untuk menilai dan menguji kembali materi muatan terkait sistem pemilu, sehingga sudah sepatutnya MK menyatakan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 nebis in idem sebab sudah ada putusan MK 22/24/PUU-VI/2008 yang memperkuat sistem proporsional terbuka.

Pada kesempatan itu, DPR juga menegaskan bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan tidak akan mengalami kerugian konstitusional sebab mereka masih tetap dapat memilih anggota DPR, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Fraksi PDI Perjuangan yang diwakili Arteria Dahlan, pada sidang tersebut menyampaikan perbedaan pandangan terhadap sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini. PDI Perjuangan berpendapat meskipun pemilih memilih anggota DPR, DPRD dan DPD secara langsung, namun hal itu tidak dimaknai bahwa peserta pemilu adalah perorangan karena Pasal 22 e ayat (1) UUD 1945 secara tegas yang memilih kader adalah partai politik. 

"Partai politik (parpol) yang terlibat sangat aktif tidak hanya berperan tapi juga berkompetisi. Parpol yang seharusnya diberikan kewenangan pasukan-pasukan terbaiknya dalam ajang kontestasi menjadi calon anggota dewan yang dipilih untuk rakyat," ucap Arteria.

Para pemohon yang mempersoalkan sistem proporsional terbuka yakni Demas Brian Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan (PDI-P)), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasional Demokrat (Nasdem)), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono mempersoalkan sistem proporsional terbuka. Mereka mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) hutuf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945. (OL-6)

Baca Juga

Medcom

Konstelasi Pilpres 2024 Sudah Terbayang tapi belum Pasti 

👤mediaindonesia.com 🕔Rabu 22 Maret 2023, 04:00 WIB
“Kepastian baru didapat pada 19 Oktober 2023 saat pendaftaran capres dibuka. Artinya kurang lebih 6 bulanlah dari sekarang baru kita...
ANTARA/WAHYU PUTRO A

Peneliti BRIN: Politik Pencitraan Harus Ditinggalkan

👤Tri Subarkah 🕔Selasa 21 Maret 2023, 23:22 WIB
"Mereka tampaknya menginginkan bahwa pemimpin ke depan punya concern terhadap pemberantasan...
MI/Mohammad Ghazi.

Willy Aditya: Koalisi Perubahan sudah Akad Nikah tinggal Resepsinya

👤Marselina Tabita Tumundo 🕔Selasa 21 Maret 2023, 22:43 WIB
Koalisi Perubahan saat ini terus mematangkan rencana untuk mendeklarasikan koalisi dan dukungan calon presiden secara...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

Top Tags

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya