KEMENTERIAN Koperasi dan UKM telah membentuk Tim Independen sebagai upaya penyelesaian kasus tindak pidana kekerasan seksual di lingkungan kementerian tersebut.
Tim Independen tersebut memiliki dua tugas utamanya yakni mencari fakta dan memberikan rekomendasi penyelesaian kasus tersebut maksimal satu bulan, sekaligus merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP) internal penanganan tindak pidana seksual KemenKopUKM selama jangka waktu tiga bulan.
Tim Independen itu terdiri dari unsur Kemenkop UKM, yang diwakili Staf Khusus Menkop UKM Bidang Ekonomi Kerakyatan Riza Damanik, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), Aktivis Perempuan Sri Nurherwati, Ririn Sefsani, dan Kuasa Hukum LBH APIK Jawa Barat Asnifriyanti Damanik selaku pendamping hukum keluarga korban.
Baca juga: Kemenkop UKM Dukung Polri Ungkap Dugaan Koperasi Bermasalah
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan audiensi bersama Aktivis Perempuan merupakan pertemuan yang sangat produktif dalam hal mencari solusi penanganan kasus kekerasan seksual.
"Kemenkop UKM tidak menoleransi praktik tindak kekerasan seksual. Kalau saat ini dianggap masih belum memenuhi azas keadilan segera kami tindak lanjuti," ungkapnya saat menggelar konferensi pers usai audiensi dengan Aktivis Perempuan, yang turut dihadiri Kuasa Hukum LBH APIK Jawa Barat Asnifriyanti Damanik, dan keluarga korban di kantor Kemenkop UKM, Jakarta, dilansir dari keterangan resmi, Rabu (26/10).
Teten mengakui, saat ini, Kemenkop UKM belum memiliki SOP dan kesadaran dalam tindak kekerasan seksual.
Untuk itu, dia berkomitmen memperbaiki standar yang ada, sehingga terbentuk sistem yang lebih baik dalam penanganan korban sampai pendampingan fisik dan mental hingga konseling.
"Bagi kami, kasus ini juga ada hikmahnya untuk menyiapkan lembaga yang lebih siap dalam menangani kasus serupa, dan menjadi role model penanganan kasus kekerasan seksual. Saya bertemu dengan keluarga korban dan kita akan mengakomodasi seluruh tuntutan keluarga korban," tegas Teten.
Tidak hanya itu, Kemenkop UKM juga akan memberikan data dan akan berkoordinasi dengan tim independen. Sehingga perlindungan keluarga korban di kementerian dipastikan tidak ada terjadi intimidasi.
"Penyelesaiannya di Tim Independen jadinya bukan lagi dari internal Kemenkop UKM. Kami akan gunakan momentum ini untuk pembenahan internal kementerian, supaya kami memiliki SOP untuk menangani tindak kekerasan seksual," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Aktivis Perempuan Ririn Sefsani menekankan, tahapan hukum akan terus dilakukan sehingga para pelaku mendapatkan hukum yang setimpal, serta bagi korban mendapat perlindungan dan keadilan dalam pemenuhan hak-haknya.
"Kami menyambut baik Menkop UKM responsif pascaaduan kami. Berita baik lagi, kementerian membuat langkah cepat penyelesaian kasus dengan membentuk tim independen. Jika ini sesuai dengan waktu yang diberikan dan memiliki hasil yang baik, kementerian ini akan menjadi role model penanganan kekerasan seksual," kata Ririn.
Ririn menambahkan, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah menjadi sebuah payung hukum yang baik, sehingga hak korban harus dilindungi.
"Kami juga akan berkoordinasi dengan LPSK dan pihak kepolisian dalam penyelesaian kasus. Sanksi yang ada saat ini belum memenuhi etik dan ini menjadi tugas tim untuk melengkapi dokumen dan berikan sanksi sesuai kejahatan pelaku," terangnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum LBH APIK Jawa Barat sekaligus pendamping hukum korban, Asnifriyanti Damanik, menambahkan penanganan kasus kekerasan seksual di Kemenkop UKM harus dibuka ke publik agar hukum dapat ditegakkan dengan baik dan memiliki keadilan.
"Sanksi lemah yang saat ini diterima pelaku akan didalami tim independen. Kita tunggu bersama. Semangat UU TPKS memberikan ruang aman kepada perempuan dan kasus ini jadi role model bagi kementerian lain dan jangan sampai terulang. Kementerian lain diharapkan meniru apa yang dilakukan Kemenkop UKM bukan menutupi dan melindungi pelaku," ujar Asni.
Dia menambahkan, pihaknya menerima pengaduan pada April 2022 sehingga baru melakukan upaya-upaya yang selama ini belum berjalan sesuai yang diharapkan.
Menurutnya, kasus ini kembali dibula pada tahun ini lantaran ada banyaknya pertimbangan karena korban tidak berani bercerita tentang apa yang dialaminya. Bahkan disinyalir ada intervensi dari personel Kemenkop UKM untuk melakukan perdamaian di Polresta Bogor Kota.
"Dinilai adanya ketidakadilan bagi korban, karena ada gugatan cerai dari tersangka yang justru mendapat beasiswa itu makanya diadukan ke LBH APIK," tuturnya.
Asni menegaskan, langkah hukum selanjutnya dari keluarga korban adalah, melanjutkan proses hukum praperadilan SP3 pada November 2022. Mengingat SP3 yang keluarkan Polresta Bogor Kota dengan alasan keadilan restoratif, pihak keluarga korban ingin mengajukan permohonan praperadilan.
"Kami sudah berdiskusi dengan ahli hukum untuk mengajukan permohonan praperadilan dan kami berkoordinasi dengan Kemenkop UKM, yang berjanji memberikan kemudahan dan memfasilitasi proses praperadilan nanti," pungkasnya. (OL-1)