Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Dorong Percepatan Penyelesaian RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

Andhika Prasetyo
25/10/2022 22:27
Dorong Percepatan Penyelesaian RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
Ilustrasi(Antara)

KEPALA Staf Kepresidenan Moeldoko mendorong kementerian/lembaga bersama DPR mempercepat penyelesaian RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

Dorongan tersebut disampaikan mengingat begitu banyaknya tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap para pekerja rumah tangga.

Moeldoko mengatakan, sejauh ini, secara komunikasi politik, proses penyusunan peraturan perundangan tersebut sudah berjalan baik. Hanya saja, ada sejumlah substansi yang masih harus dibahas kembali.

Salah satunya adalah terkait penjelasan tentang pekerja rumah tangga industrial dan sosiokultural.

"Kalau sosiokultural kan seseorang yang dipekerjakan karena hubungan kekerabatan. Kalau industrial berkaitan dengan bisnis. Ini yang perlu diatur secara cermat," ujar Moeldoko di kantornya, Jakarta, Selasa (25/10).

Ia juga mengingatkan bahwa, jika nanti disahkan menjadi undang-undang, produk hukum itu tidak boleh bertabrakan dengan peraturan perundangan lain seperti UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU Perlindungan Anak dan lain sebagainya.

"Jangan sampai overlap, tumpang tindih. Oleh karena itu akan kita sinkronisasikan sehingga bisa berjalan dengan baik," sambung mantan Panglima TNI itu.

Pada hari yang sama, KSP kedatangan seorang pekerja rumah tangga (PRT) asal Cianjur, Jawa Barat, bernama Riski Nur Askia.

Ia merupakan korban kekerasan saat bekerja pada sebuah keluarga, di kawasan Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

Riski yang datang didampingi aktivis Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) mengaku disiksa oleh majikannya baik secara fisik maupun psikis, mulai dari pemukulan, disiram dengan air cabai, hingga kekerasan verbal berupa ancaman-ancaman.

Remaja putri berusia 18 tahun itu juga mengaku tidak mendapatkan hak penuh atas pekerjaan yang sudah dia lakukan.

Gaji yang dijanjikan yakni Rp1,8 juta per bulan tidak pernah dibayarkan secara penuh.

“Satu bulan saya digaji satu juta delapan ratus. Tapi selalu dipotong kalau saya melakukan kesalahan. Enam bulan kerja, saya hanya bisa bawa pulang uang dua juta tujuh ratus saja,” tutur Riski.

Mendengar kesaksian tersebut, Moeldoko memastikan akan mendalami persoalan yang menimpa Riski.

“Apa dialami oleh Riski ini akan menjadi endorsement yang kuat untuk semakin semangat menyelesaikan RUU PPRT, supaya tidak ada korban lain,” pungkas mantan Panglima TNI itu. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya