BADAN Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI meminta Aparatur Sipil Negara (ASN) bijak dalam menggunakan media sosial jelang Pemilu Serentak 2024. Hal tersebut didasari maraknya ASN yang melanggar aturan saat Pilkada 2020, bahkan sebagian sampai dikenai sanksi.
“Ke depan, bakal banyak mata yang melihat ASN. Mereka harus hati-hati beraktivitas di media sosial, terutama like, komen and share,” ujar Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, Selasa (27/9).
Bagja menerangkan ASN harus menjaga netralitas dan jangan sampai terpancing untuk mendukung salah satu calon peserta pemilu. Ia mencontohkan kalimat di media sosial, seperti ‘Ini calon presiden ganteng, bakal jadi pilihan’ harus dihindari karena termasuk pelanggaran netralitas ASN.
Berdasarkan data dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), pada Pilkada 2020, terdapat 917 pelanggaran netralitas ASN. Terdiri atas 484 kasus memberikan dukungan kepada salah satu paslon di media sosial.
Lalu, 150 kasus ASN menghadiri sosialisasi partai politik. Kemudian, 103 kasus melakukan pendekatan ke parpol. Sebanyak 110 kasus mendukung salah satu paslon, dan 70 kepala desa mendukung salah satu paslon.
“Saya harapkan ke depannya ASN harus lebih hati-hati. Dulu ada pepatah mulutmu harimaumu, sekarang jempolmu harimaumu,” ungkapnya.
“Pelanggaran netralitas ASN harus dihindari. ASN harus tahu dan bijak menggunakan sosial media,” tambahnya.
Baca juga: Antisipasi Pelanggaran Pemilu, Bawaslu Surakarta Gelar Sosialisasi Pengawasan
Apalagi, kata Bagja, pembelahan atau polarisasi politik rentan terjadi dan ASN seringkali termasuk di dalamnya.
Bagja berharap ASN tidak ikut serta dalam pembelahan atau polarisasi dalam pemilu. Bagja juga menegaskan dalam tahapan penyelenggaraan pemilu 2024, media sosial bakal jadi perhatian khusus Bawaslu.
“Sosial media jadi perhatian kami, baik black campaign, ujaran kebencian, hoaks, penyebaran berita palsu, dan kami harapkan ASN tidak termasuk buzzer yang membuat fitnah,” tukasnya.(OL-5)