Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PEMERINTAH dinilai telah melanggar kesepakatan antara pemerintah dan DPR terkait punishment terhadap masyarakat yang menolak vaksin Covid 19 seperti tertuang dalam Perpres No 14 tahun 2021.
Penilaian tersebut dikemukakan Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene, di Jakarta, Minggu (14/2). Dalam sebuah rapat kerja Komisi IX DPR dengan pemerintah disepakati bahwa tidak diutamakan sanksi bagi masyarakat yang tidak melaksanakan vaksinasi.
Secara detil Legislator NasDem itu menjelaskan, pada Laporan Singkat Rapat Kerja antara Komisi IX DPR dengan Kementerian Kesehatan, BPOM, BPJS Kesehatan, pada poin 1 ayat g secara eksplisit tertulis; “Tidak mengedepankan ketentuan dan/atau peraturan denda dan/atau pidana untuk menerima vaksin Covid 19”. Dengan begitu, tegas Felly, pemerintah telah melanggar kesepakatan tersebut dalam Perpres No14 Tahun 2021 tersebut.
“Perpres tersebut menurut kesimpulan rapat ini, sudah bertentangan. Intinya adalah, pemerintah sudah melanggar kesepakatannya dengan Komisi IX DPR. Pemerintah sudah melanggar, karena kesepakatan itu mengikat kedua pihak, pemerintah dan DPR. Apa gunanya kita rapat kalau itu tidak ada legitimatenya," tegas Felly.
Dengan keluarnya Perpres No 14 tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19, menurut Felly, selain bertentangan dengan kesepakatan Raker Komisi IX dengan pemerintah tertanggal 14 Januari 2021, juga melanggar Peraturan Tata Tertib DPR RI No 1 Tahun 2020 Pasal 61. Pasal 61 Tatib DPR berbunyi: Keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan pemerintah serta wajib dilaksanakan oleh pemerintah.
Segala bentuk denda atau hukuman menurut wakil rakyat dari dapil Sulawesi Utara itu juga bertentangan dengan anjuran WHO. Anjuran Badan kesehatan dunia (WHO), kata Felly, sangat mengedepankan sosialisasi kepada masyarakat melalui iklan sosial masyarakat, sosialisasi langsung dari tenaga kesehatan (Nakes) kepada masyarakat, juga berbagai bentuk sosialisasi lainnya agar pesan positif sampai di masyarakat. Sehingga persepsi buruk terkait vaksin Covid 19 bisa tertangani dengan sosialisasi tersebut.
“Tetapi yang dilakukan pemerintah sebaliknya. Kalau kita ancam bisa saja malah masyarakat semakin antipati. Komisi IX DPR intinya meminta pemerintah melakukan kampanye untuk mereka yang divaksin, menjelaskan sedetil mungkin soal manfaat vaksin kepada masyarakat. Kalau tidak divaksin kerugiannya seperti apa, dan kalau divaksin untungnya apa saja. Bukan malah sebaliknya. Ancaman sanksi ini tidak pas. Bagi kami, ini melanggar hak-hak juga. Tidak boleh seperti ini,” tegas Felly.
Legislator NasDem itu mengajak pemerintah untuk lebih arif lagi dalam mengeluarkan sebuah kebijakan, juga dalam merespon masyarakat ketika tidak mau divaksin. Bukan hanya itu. Dia juga meminta agar sosialisasi yang selama ini dilakukan perlu dievaluasi lagi karena bisa saja kampanye vaksinnya belum sesuai.
Selain itu Felly juga mengingatkan soal tugas pemerintah dalam melawan hoaks yang tersebar di masyarakat terutama mengenai vaksin dan vaksinasi.
“Bisa jadi hoaks lebih banyak diberitakan dibandingkan dengan berita resmi pemerintah. Nah ini perlu disikapi pemerintah. Tapi jangan keburu membuat sebuah keputusan dengan semacam sanksi seperti itu. Komisi IX DPR tidak setuju,” kata Felly lagi. (RO/X-10)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved