Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Saat Frustrasi, Alfian Dimotivasi Anak Buah Abu Sayyaf

Damar Iradat/MTVN
03/5/2016 13:50
Saat Frustrasi, Alfian Dimotivasi Anak Buah Abu Sayyaf
(Salah satu ABK korban sandera Abu Sayyaf, Alfian Elvis Repi (kiri) menggendong anaknya disaksikan istrinya Youla Lasut--MI/Arya Manggala)

ALFIAN Elvis Repi tidak pernah menyangka pelayarannya menuju Indonesia pada Jumat, 25 Maret silam berujung petaka. Tepat hari itu, ia bersama sembilan anak buah kapal Brahma 12 disandera oleh Kelompok militan Abu Sayyaf asal Filipina.

Alfian menceritakaan, saat itu, sekitar pukul 15.00 waktu setempat, ketika dia bertugas sebagai perwira jaga di kapal, sebuah kapal kecil berisi kurang lebih 10 orang lebih mendekati kapalnya. Tidak ada kecurigaan sama sekali di benak Alfian kala itu.

"Saya sudah lihat ada perahu dari jauh, saya panggil masinis 3, saya suruh dia panggil kapten ke atas, saya katakan ada perahu mendekat, 'Apa tindakan kita?'" kata Alfian di kediamannya, Jalan Swasembada Barat, Kebon Bawang, Jakarta Utara, Selasa (3/5).

Kala itu, ia tidak menaruh curiga, lantaran, dia melihat beberapa anggota dari mereka mengenakan kaus bertuliskan PNP, atau Police National Philippines. Sayangnya, perkiraan Alfian meleset.

"Jadi, pas mereka merapat langsung keluar semua senjata. Disuruh stop mesin. Mereka masih di samping, dikasih kode kapal untuk berhenti, kita ikuti berhenti. Mereka naik," tutur dia.

Setelah gerombolan penyandera itu naik ke atas kapal, mereka, lanjut Alfian, langsung menginstruksikan agar seluruh awak kapal Brahma 12 berkumpul di sebuah ruangan. Saat itu, pikiran buruk mulai terbayang di benak Alfian.

Ia mengakui, setelah seluruh ABK dikumpulkan, para gerombolan itu langsung memborgol tangan dan mengikat mereka. Tangan Alfian diborgol bersama tangan Kapten Kapal Peter Barahama.

Namun, ketidakmampuan para penyandera mengoperasikan kapal, borgol dan ikatan tangan mereka pun dilepas. Itu pun dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh para ABK.

"Ada mungkin salah satu yang bisa kita ajak komunikasi, kita tawarkan, kita tidak akan melawan. 'Kita bisa kerja sama, apa yang pak cik mau, kita ikutin, tapi bisa nggak kita dilepasin?' akhirnya dilepas borgol dan ikatannya," papar dia.

Alfian melanjutkan, setelah sempat berdialog, para penyandera mengamini permintaan Alfian dan Peter. "Mereka bilang, 'Kita kasih kepercayaan, kalau begitu kita lepas, tapi saya minta jangan ada yang lari. Kalau ada satu yang lari, kena tembak, sembilan lainnya juga akan sengsara,' jadi kita kerja sama di situ," ungkapnya.

Setelah menempuh perjalanan, ke-10 ABK, termasuk dirinya langsung dibawa ke sebuah hutan. Namun, ia tidak tahu persisnya lokasi tersebut.

"Langsung dibawa ke hutan. Saat mereka bawa ke situ, ya sudah tinggal gitu aja, mereka minta nomor telefon kantor, kapten yang bisa jelasin semua. Karena proses dari pertama sampai terakhir itu dia," jelas dia.

Setelah mengetahui dirinya menjadi sandera, pikiran buruk mulai menggerayangi benak Alfian. Ia berspekulasi, dalam setiap kasus penyanderaan, hal-hal seperti penyiksaan bakal terjadi, namun demikian, para penyandera malah berlaku sebaliknya.

"Awalnya, karena kalau dilihat di film-film kan, kalau ditawan itu dipukulin, diikat segala macam. Tapi tidak ternyata," kata Alfian.

Bahkan, ia menceritakan, ketika dirinya dilanda kebingungan atau mulai tidak bergairah menjalani hidup, salah seorang penyandera mendatanginya dan memberikan semangat. Alfian pun mulai percaya dirinya akan baik-baik saja.

Selama masa penyanderaan, Alfian mengatakan para penyandera memberikan kehidupan yang cukup. Para tawanan diberikan makanan yang sama seperti para penyandera santap.

"Apa yang mereka makan, kita makan. Apa yang mereka minum kita minum. Mereka tidur dimana, kitapun tidur di situ. Kita jalan mereka jalan," paparnya.

Ia menceritakan, selama itu mereka diberi makan nasi dengan lauk ikan atau mie instan. Mie instan ini, kata dia, didapatkan oleh penyandera dari bantuan masyarakat sekitar.

"Di sana kan mungkin banyak masyarakat yang pro mereka, masyarakat yang bawain itu (mie instan)," ujar Alfian mengenang peristiwa yang dialaminya. Akhirnya pada Minggu (1/5), Alfian bersama dengan sembilan temannya berhasil dibebaskan berkat kerja keras pemerintah dan tim anak bangsa. (X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Victor Nababan
Berita Lainnya