PERKEMBANGAN di berbagai sektor membuat bidang keimigrasian dituntut untuk mengikuti perubahan yang ada. Hal tersebut mencuat dalam FGD 'Urgensi Rancangan Undang-Undang Keimigrasian' yang digelar Universitas Pancasila (UP) bekerjasama dengan Badan Keahlian DPR, Selasa (31/8).
Dalam FGD tersebut, Guru Besar Hukum Keimigrasian,Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana Prof. Dr. Iman Santoso, menyebut adanya perubahan paradigma keimigrasian dunia dan pengaruhnya pada politik hukum keimigrasian Indonesia. "Dinamisnya bidang keimigrasian membuat perlunya perubahan dan evaluasi secara mendalam terhadap UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Perlu segera disusun draft penyempurnaan sesuai dengan paradigma keimigrasian saat ini," jelasnya.
Sedangkan Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Prof Eddy Pratomo SH, MA menyatakan hukum keimigrasian berada pada dua lingkup hukum yaitu hukum internasional yang mengatur kinerja dan hubungan antarbangsa dan negara di dunia serta dan hukum nasional yang mengatur kedaulatan dan keamanan nasional dengan menjaga dan mengawasi alur keluar masuk manusia dari sebuah negara. "Keimigrasian merupakan penegak kedaulatan negara dan garda terdepan dalam menjaga kedaulatan Indonesia," jelasnya.
Dr M Alvi Syahrin, S.H., M.H dari Politeknik Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI mengatakan upaya rekonstruksi norma pemidanaan dalam RUU Keimigrasian dapat dilakukan melalui emat cara. Pertama ditetapkan batasan norma tindakan administrasi keimigrasian dan penyidikan terhadap suatu peristiwa hukum.
"Kedua adanya kategorisasi pelanggaran kejahatan dan pelanggaran keimigrasian. Ketiga perumusan konsep pidana minimum dalam ketentuan pidana keimigrasian. Keempat penambahan asas ultimum remedium dalam penegakan hukum pidana keimigrasian," jelasnya.
Untuk memberikan penguatan norma dalam RUU Keimigrasian, Alvi mengusulkan beberapa hal. Pertama, prinsip kebijakan selektif keimigrasian harus dimasukkan dalam batang tubuh undang-undang dalam bentuk pasal. Kedua, hadirnya konsep Pengadilan Keimigrasian untuk merespon upaya hukum keberatan terhadap proses Tindakan Administratif Keimigrasian.
"Ketiga, penguatan konsep pencegahan berupa penolakan dan penangkalan dan bukan penindakan karena tugas dan fungsi keimigrasian menitikberatkan kepada selektifitas, keamanan, dan kedaulatan negara. Dan keempat Integrasi Konsep Perbatasan CIQ+ (Customs, Immigration, Quarantine) yang dalam pelaksanaannya didukung oleh Badan Nasional Penjaga Perbatasa (BNPP)," ungkap Alvi.
Sementara dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Dr. Lisda Syamsumardian, S.H., M.H meninjau hukum keimigrasian dari perspektif kedaulatan negara. Menurutnya, keimigrasian merupakan ilmu yang mutidisipliner sehingga dalam pembahasan dan penyusunannya tidak hanya dilihat dari satu persepektif saja.
"Ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu pengaturan pengawasan imigrasi terhadap pengungsi dari perspektif keamanan negara, penerimaan selektif terhadap orang asing dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kestabilan politik, sosial, budaya, dan aspek-aspek lainnya, serta penambahan frasa pencari suaka dan pengungsi sebagai salah satu kategori dalam definisi Orang Asing," ungkapnya. (RO/OL-15)