Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
SEBAGIAN masyarakat belakangan ini ramai-ramai memperbincangkan istilah koruptor yang diganti dengan sebutan pencuri, maling, hingga garong uang rakyat. Penggantian istilah koruptor yang belakangan viral itu dinilai muncul sebagai bentuk ekspresi keresahan publik terkait pemberantasan korupsi.
"Ekspresi ini harus dimaknai sebagai kegagalan atau tidak maksimalnya negara melalui aparatusnya termasuk KPK dalam pemberantasan korupsi," kata pengamat hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar saat dihubungi, Rabu (1/9).
Menurutnya, ekspresi bahasa tersebut juga menjadi tanda ketidakpuasan masyarakat atas pemberantasan korupsi saat ini. Dia mengatakan kinerja para aparat penegak hukum yang mengusut korupsi belakangan kerap menuai sorotan.
Begitu juga dengan putusan-putusan pengadilan terhadap koruptor dinilai masih belum memenuhi rasa keadilan masyarakat. Belum lagi, imbuhnya, ada pula kasus korupsi bantuan sosial di tengah kondisi sulit lantaran pandemi saat ini.
Menurut Abdul Fickar, istilah pencuri atau maling uang rakyat bagi koruptor menggambarkan realitas yang terjadi sebenarnya. Ia mengatakan korupsi secara substansi merupakan pencurian uang rakyat yang dititipkan pada negara.
Korupsi, imbuhnya, merusak amanah rakyat yang semestinya diwujudkan untuk mensejahterakan masyarakat itu sendiri. Korupsi, lanjutnya, merupakan kejahatan yang luar biasa dan kejam lantaran memakan uang rakyat. Menurutnya, wajar jika masyarakat ramai-ramai meneriakkan koruptor sebagai pencuri.
Baca juga : Hendardi: Putusan MK Soal TWK KPK Harus Dipatuhi Sebagai Acuan Bernegara
"Korupsi itu pencurian oleh petugas atau orang yang dibayar gajinya dan diananahi tugas oleh rakyat. Jadi koruptor tidak beda dengan copet, maling, pencuri, garong. Uang rakyat yang diamanahi pada mereka untuk kesejahteraan rakyat. Wajar kalau rakyat teriak koruptor itu pencuri atau maling," ujarnya.
Beberapa pemberitaan di media massa juga kini menggantikan istilah koruptor. Di ranah media sosial, video perbincangan cendekiawan muslim Quraish Shihab pada tiga tahun lalu menjadi viral.
Dalam perbincangan itu, Quraish Shihab menilai istilah koruptor terlalu halus. Menurutnya, sebutan pencuri tepat doalamatkan kepada koruptor lantaran tak ada bedanya.
"Kenapa orang miskin yang mengambil bukan haknya dinamai pencuri. Kenapa kalau pejabat atau pegawai kita namai koruptor. Itu pencuri," ucapnya.
Menurutnya, koruptor harus dipermalukan karena mereka dinilai sudah tidak punya malu. Bahkan, kata Quraish, koruptor harus lebih dipermalukan lagi.
"Kita lihat yang tertuduh atau tersangka itu kan masih ketawa-ketawa. tidak cukup itu pakaian kuning (rompi tersangka) yang dipakainya. Harus lebih dipermalukan dan dia harus disadarkan apa yang dilakukannya itu berdampak terhadap anak cucunya," ujar Quraish. (OL-7)
ALIRAN dana terhadap terduga korupsi Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel, sebesar Rp3 miliar untuk renovasi rumah perlu ditelusuri sebagai tppu
Tim jaksa penyidik Kejari Kota Bandung menyatakan bahwa proses penyidikan umum telah ditingkatkan ke tahap penyidikan khusus setelah ditemukan dua alat bukti yang sah dan cukup.
Wamenaker Immanuel Ebenezer atau Noel terjaring operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Setyo mengatakan, pengecualian ini mengartikan pemerintah masih mengategorikan korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Sehingga, penanganannya harus lex specialis.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkirakan kerugian negara dalam dugaan kasus korupsi pengangkutan bantuan sosial di Kementerian Sosial mencapai Rp200 miliar.
Empat orang dicegah ke luar negeri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka diduga terlibat dalam kasus korupsi pengangkutan penyaluran bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved