Headline
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.
PAKAR geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Prihadi Soemintadiredja menyampaikan Provinsi Jawa Timur mempunyai potensi yang cukup baik untuk sumber panas bumi. Perizinan pengelolaan sumber panas bumi pun sudah lama dikeluarkan di beberapa tempat.
Prihadi mencontohkan di Argopuro izin pengelolaan sumber panas buminya sudah dikeluarkan sejak 1990, tetapi pengelolaannya belum berjalan karena ada masalah dengan hutan taman nasional yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Hal yang sama pun terjadi di Kawah Ijen yang izinnya diterbitkan 2011, tapi aktivitasnya tidak ada yang signifikan.
Hal itu dikemukakan Prihadi sebagai saksi ahli dari pemohon atas perkara Nomor 11/PUU-XIV/2016 dalam sidang lanjutan uji Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, kemarin.
"Bahwa satu sistem panas bumi itu harus ada sumber panasnya, harus ada reservoirnya, harus ada batuan penutupnya, dan harus ada juga daerah resapan, termasuk sistem geotermal yang berada di jalur vulkanis. Namun, sistem itu belum terinventarisasi dengan baik, tetapi dengan kemajuan teknologi sangat dimungkinkan akan ditemukan prospek baru lagi di Provinsi Jawa Timur selain yang ada sekarang," papar Prihadi.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan DPRD Provinsi Jawa Timur mengajukan permohonan uji materi kepada MK terhadap UU 21/2014 tentang Panas Bumi dan UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Pemohon merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan Pasal 23 ayat (2) UU Panas Bumi yang menyebutkan kewenangan pemanfaatan tidak langsung panas bumi meliputi kawasan Hutan produksi, kawasan hutan lindung, kawasan hutan konservasi, dan wilayah laut berada di pemerintah pusat.
Selain itu, pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Lampiran CC Angka 4 pada Sub-urusan Energi Baru Terbarukan yang memuat pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota, yang di dalamnya menyatakan kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota sebatas menerbitkan izin pemanfaatan langsung panas bumi.
Semenjak berlakunya ketentuan a quo, pengelolaan panas bumi hanya diberikan kepada pemerintah pusat. Hal itu, menurut pemohon, bertentangan dengan prinsip otonomi yang diberikan pada daerah. Pemohon menjelaskan dalam pembagian kewenangan pemanfaatan panas bumi seharusnya diberlakukan prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas.
Selain saksi ahli, pemohon juga menghadirkan dua saksi lainnya, yaitu Elly Yulia Zahra dan Cahirul Djaelani. (Nur/P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved