Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Rekonsiliasi di Papua Mendesak

Emir Chairullah
10/5/2021 17:20
Rekonsiliasi di Papua Mendesak
Pemakaman Kepala BIN Daerah Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha, Selasa (27/04),. Danny gugur dalam baku tembak dengan KKB.(MI/SUSANTO)

REKTOR Universitas Cendrawasih Apolo Safanpo menilai penyelesaian konflik Papua hanya bisa dilakukan melalui rekonsiliasi yang di dalamnya terdapat unsur pengungkapan kebenaran. Pendekatan hukum dengan menangkap pelaku lalu memproses hukum pelaku termasuk memenjarakannya belum tentu bisa menyentuh rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban konflik. 

“Karena itu perlu dipikirkan bagaimana cara rekonsiliasi sesuai kearifan lokal untuk menyelesaikan konflik Papua,” kata Apolo dalam simposium bertajuk Dialog Papua: Refleksi, Visi dan Aksi di Jakarta, Senin (10/5).

Apolo menyebutkan, proses rekonsiliasi di Papua harus sesegera mungkin dilakukan terutama di tingkat kabupaten. Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat bisa hadir untuk mengawal proses rekonsiliasi tersebut. “Kita selesaikan masalah agar kecurigaan di dalam masyarakat Papua bisa diakhiri,” ujarnya.

Ia mengatakan saat ini rasa saling curiga antara orang asli Papua dan masyarakat pendatang begitu buruk. Dalam perspektif kelompok kekerasan bersenjata (KKB), masyarakat pendatang merupakan mata-mata aparat keamanan. 

“Sementara di mata aparat, orang hitam yang berambut keriting dianggap OPM Organisasi Papua Merdeka). Ini berbahaya karena bisa salah tangkap atau salah tembak. Korban akan terus berjatuhan. Ini yang harus diputus,” tegasnya.

Di samping itu, tambah Apolo, pemerintah juga harus memikirkan pola kompensasi atau restitusi bagi para korban pelanggaran HAM masa lalu. Dirinya menilai dana otonomi khusus (otsus) Papua bisa diberikan kepada korban pelanggaran HAM sebagai restitusi atau kompensasi bagi keluarga mereka yang menjadi korban.

Dari perspektif pemerintahan, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik mengemukakan Papua saat ini tengah menghadapi masalah besar mengenai tata kelola. Apabila permasalahan dalam pemerintahan tidak segera dibenahi maka akan memicu ketidakpuasan masyarakat. 

"Persoalan-persoalan tata kelola (pemerintahan) adalah persoalan terbesar yang dihadapi Papua selama ini dan ke depan," ujarnya.

Akmal menjelaskan, sebenarnya ada sejumlah tujuan dari berlakunya otonomi khusus (Otsus) Papua, antara lain meningkatnya taraf hidup, mewujudkan keadilan, dan pemerataan percepatan pembangunan orang asli Papua. Selain itu, penghormatan terhadap hak-hak orang asli Papua dan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik. 

“Namun kenyataannya ada beberapa regulasi berkaitan dengan Otsus Papua yang masih berbenturan dengan regulasi teknis di tingkat pusat. Persoalannya adalah persoalan timwas umum dan timwas teknis kita tidak sinkron. Inilah yang saya katakan persoalan-persoalan tata kelola," pungkas Akmal. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya