Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Putri Gus Dur Kecam Penutupan Masjid Ahmadiyah Di Garut

Furqon Ulya Himawan
07/5/2021 23:08
Putri Gus Dur Kecam Penutupan Masjid Ahmadiyah Di Garut
Koordinator Jaringan Gus Durian Alissa Wahid(MI/Adam Dwi )

Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid yang karib di disapa Alissa Wahid, mengecam tindakan sewenang-wenang Pemkab Garut yang menutup paksa masjid Jemaah Ahmadiyah di Kampung Nyalindung, Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut. Menurutnya, penutupan tersebut bertentangan dengan konstitusi dan merupakan bentuk diskriminasi yang menodai asas keadilan.

“Hal ini tentu mencederai semangat kebangsaan dan keberagaman yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Alissa Wahid melalui keterangan tertulisnya, Jumat (7/5).

Bagi Alissa, selain inkonstitusional, penutupan masjid juga sangat ironis karena dilakukan saat umat muslim tengah melaksanakan salah satu rukun Islam, yaitu berpuasa di bulan Ramadhan dan sebagian besar masyarakat Indonesia sedang menjalankan ibadah puasa di 7 hari terakhir bulan Ramadan dengan beribadah di masjid.

Dari rilis Jaringan GUSDURian, mereka menyebut, Pemerintah Kabupaten Garut menutup masjid di Kampung Nyalindung, Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut pada 6 Mei 2021. Peristiwa bermula pada 25 April, sekelompok orang yang bukan warga Nyalindung mendatangi lokasi masjid yang sedang dibangun oleh Jemaah Ahmadiyah dan meminta pembangunan dihentikan.

Lalu pada 29 April ada penanda warna kuning di setiap rumah warga non-Ahmadiyah. Dan puncaknya pada 6 Mei pemerintah daerah dengan semena-mena menutup masjid tersebut. Alasannya, penutupan tersebut berdasarkan SKB 3 Menteri 2008 dan Pergub No.12 tahun 2011. Padahal kedua landasan yang dimaksud sama sekali tidak mencantumkan diperbolehkannya menutup masjid.

“Jemaah Ahmadiyah kerap menjadi sasaran penyerangan baik oleh pemerintah atau pun kelompok vigilante karena dianggap menyimpang. Padahal konstitusi menegaskan bahwa Negara harus melindungi warganya untuk menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing,” jelas Aliisa Wahid dalam rilis Jaringan GUSDURian.

Terkait tindakan tersebut, Jaringan GUSDURian mengeluarkan pernyataan sikap sebagai berikut:

Pertama, mengecam tindakan sewenang-wenang Pemkab Garut yang menutup paksa masjid Jemaah Ahmadiyah.

Kedua, meminta agar Pemkab Garut mengembalikan fungsi masjid sebagai tempat ibadah, bukan justru menutupnya. Pemkab juga harus memfasilitasi perlindungan bagi warga Ahmadiyah agar bisa menjalankan ibadahnya dengan aman dan nyaman. Bupati Garut sebagai representasi negara harus menjalankan amanat konstitusi, melindungi dan menghormati hak asasi manusia termasuk kebebasan (kemerdekaan) beragama dan berkeyakinan setiap warga negara.

Ketiga, meminta Presiden Joko Widodo untuk mencabut SKB 3 Menteri No. 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat yang rawan disalahgunakan untuk melakukan tindakan inkonstitusional terhadap penganut Ahmadiyah. Selain itu pemerinta perlu mencabut SKB 2 Menteri No. 9 dan No. 8 tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah karena menyebabkan banyaknya rumah ibadah yang dipaksa tutup.

Keempat, meminta Gubernur Jawa Barat untuk merevisi atau bahkan mencabut Pergub No.12 tahun 2011 yang mencederai semangat kebebasan beragama dan berkeyakinan. Gubernur harus menjamin warganya untuk bisa beribadah sesuai agama dan keyakinan sebagaimana amanah konstitusi.

Kelima, meminta tokoh agama untuk mengedukasi umatnya untuk menjaga semangat keberagaman sebagai sunnatullah. Apalagi sejak tahun 2020 Kementerian Agama RI melakukan berbagai langkah moderasi beragama guna menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih harmonis.

Keenam, mengajak segenap masyarakat untuk menjaga kehidupan yang bermartabat, adil, dan harmonis. Perbedaan bukanlah alasan untuk membenci atau bahkan menyakiti satu sama lain.

Ketujuh, mengajak seluruh keluarga besar Jaringan GUSDURian untuk terus merawat semangat kebinekaan dengan melakukan berbagai promosi toleransi yang berasaskan keadilan di berbagai ruang.

“Sebagaimana pernah diungkapkan Gus Dur bahwa perdamaian tanpa keadilan merupakan ilusi,” kata Aliisa Wahid. (OL-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik