Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
PENGAMAT Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Herlambang P Wiratratman menilai sistem politik yang berlaku saat ini tidak memberikan ruang untuk hadirnya kekuatan politik baru di masyarakat. Menguatnya kartelisasi politik di Indonesia membuat para pemilik kuasa enggan memberikan kesempatan terhadap hadirnya partai politik dan pemimpin baru.
“Gerakan untuk membuat partai politik yang baru sangat sulit dalam tradisi politik kartel,” katanya dalam diskusi daring bertajuk ‘Oligarki dan Koalisi Partai Mayoritas Tunggal’, Minggu (7/3).
Ia mencontohkan prahara yang terjadi dalam tubuh Partai Demokrat pasca-Kongres Luar Biasa (KLB) di Sumatera Utara. Kudeta kepemimpinan tersebut merupakan bentuk lebih menguatnya transaksi antar elite ketimbang problem ideologi maupun visi politik. “Kudeta merupakan cara yang paling hemat dan pintas ketimbang seorang politisi membuat partai politik baru,” ungkapnya.
Sementara itu, Pengamat Hukum Tata Negara dari STIH Jentera Bivitri Susanti menilai KLB Partai Demokrat merupakan upaya state capture dan oligarki. Masuknya Moeldoko menguatkan penilaian publik bahwa rezim saat ini berupaya melakukan penjinakan suara oposisi dan akademisi supaya situasi politik lebih tenang.
“Ini tengah nyata dilakukan rezim saat ini. Padahal dalam demokrasi, kebisingan merupakan hal yang lumrah ketimbang senyap seperti negara otoriter,” ungkapnya.
Baca juga: AHY Geram Sebut Moeldoko Nihil Moral dan Etika
Menurut Bivitri, nilai demokrasi tidak bisa serta merta dianggap praktik free market. Demokrasi, tambahnya, tidak bisa dipaksakan hanya dengan 2 partai. “Amerika Serikat saja tidak hanya 2 partai politik. Walaupun kita melihat hanya 2 yang dominan. Dan dalam konteks Indonesia yang plural, tidak mungkin hanya 2 partai saja ,” jelasnya.
Menurut Bivitri, kebijakan presidential threshold dan parliamentary threshold merupakan hambatan untuk memunculkan aktor politik untuk berkompetisi secara sehat. “Kenyataannya, sulit untuk membuka presidential dan parliamentary threshold karena yang berkepentingan dalam pemilu ya presiden dan anggota DPR untuk membatasi masuknya pemain baru,” ujarnya.
Sementara Pengamat Politik LP3ES Wijayanto menilai upaya kudeta kepemimpinan dalam Partai Demokrat merupakan bentuk tidak ada etika politik yang dimiliki para elite politik. “Elitenya begitu Machiavelian dan tidak ada empati. Mereka sibuk dengan upaya perebutan partai tanpa melihat kepatutan,” jelasnya. (P-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved