Kekerasan terhadap Perempuan Meningkat Setiap Tahun

Sri Utami
30/12/2020 03:10
Kekerasan terhadap Perempuan Meningkat Setiap Tahun
Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto.(Dok. Pribadi)

DI balik berbagai regulasi terkait dengan perlindungan hak asasi manusia (HAM) bagi perempuan, tren kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data hingga Maret 2020, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan tertinggi di Indonesia. Posisi tersebut sebelumnya dipegang Jawa Tengah dengan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan tertinggi di sepanjang 2019.

Demikian diungkapkan Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto dalam diskusi daring Refleksi Akhir Tahun Perempuan, Konflik dan Pelanggaran HAM di Indonesia, kemarin.  

Hadir pula sebagai pembicara Direktur Asia Justice and Right (AJAR) Galuh Wandita dan praktisi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Sri Lestari Wahyuningroem.

Lebih lanjut, Wijayanto memerinci ragam bentuk kekerasan yang dialami perempuan, dari kekerasan fisik yang menempati urutan pertama (37%), kemudian kekerasan seksual (33%), kekerasan psikis (14%), kekerasan ekonomi (10%), dan sisanya bicara tentang kekerasan terhadap buruh dan perdagangan manusia.

Di sisi lain, Galuh Wandita menyoroti ketidakpedulian publik terhadap perempuan yang mengalami kekerasan menjadi impunitas sempurna. "Ketika korban dibungkam dan publik tidak peduli, itu merupakan impunitas sempurna. Contohnya dapat dilihat dari banyaknya kekerasan yang harus dipikul perempuan di Aceh akibat konflik," ujarnya.

Galuh menambahkan, impunitas yang terus dibiarkan berakibat pada demokrasi yang tidak dapat ditegakkan secara substantif.

Ia mengatakan pihaknya telah membuat tools untuk menekan kekerasan berbasis gender dalam masyakat di Timor Leste, Indonesia, dan Myanmar. Program tersebut telah melibatkan 140 perempuan dan menghasilkan berbagai publikasi yang menyoroti aktor-aktor di tengah lingkar impunitas.

Di lain hal, Sri Lestari menyoroti perempuan yang menjadi korban dari konflik HAM yang terjadi setelah 2015. Menurutnya, terdapat 659 konflik pada 2017 yang melibatkan lebih dari 650.000 keluarga. Dari angka tersebut, 199 konflik (30%) berhubungan dengan kepemilikan lahan dan 94 konflik (14%) terkait dengan pembangunan infrastruktur. (Sru/X-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya