Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
PEMERINTAH tengah menyusun 40 rancangan peraturan pemerintah (RPP) dan empat Peraturan Presiden (perpres) terkait Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Aturan turunan ini harus sejalan dengan semangat regulasi di atasnya supaya tidak kembali menimbulkan tumpang-tindih regulasi dan hambatan investasi lainnya.
Analis kebijakan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman menekankan kepada Kemendagri supaya RPP Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah tidak melenceng dari tujuan UU Cipta Kerja. Maka, RPP tersebut harus menjamin kemudahan dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah.
Rezim kemudahan investasi harus tergambar dari seluruh RPP yang dibuat pemerintah termasuk Kemendagri. Misalnya, mengenai kemudahan pengurusan izin yang berbasis sistem mulai pemenuhan persyaratan dokumen hingga pelaku usaha atau pemohon mendapatkan izinnya.
Herman meminta proses tersebut tidak hanya mudah, tapi juga pasti. Menurut dia, langkah pemberian perizinan berbasis risiko memang menjadi ruh regulasi UU Cipta Kerja. Kebijakan tersebut harus dimaksimalkan untuk kemudahan masyarakat.
"Paling penting dalam proses ini menurut KPPOD soal bagaimana sistem yang menjamin partisipasi dan juga konsultasi di mana publik bisa memberikan catatan atas peraturan-peraturan yang menjadi regulasi turunan dari UU Cipta Kerja," tutur Herman yang juga kerap disapa Armand itu pada webinar bertajuk RPP Perizinan Berusaha di Daerah, Senin (30/11).
Prabawa Eka Soesanta dari Direktorat Dekonsentrasi, Tim Pembantuan dan Kerja Sama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengatakan Kemendagri tengah mematangkan RPP pelaksana UU Cipta Kerja.
"RPP Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah telah dilakukan melalui pembahasan dengan tim kecil, tim penyusun UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, rapat koordinasi bersama kementerian/lembaga, kepala daerah dan forum komunikasi pimpinan daerah (Forkominda) juga para pakar," ujarnya
Menurut Prabawa, penyusunan RPP ini dilakukan tim khusus dari Kemendagri dan akan merinci mengenai tata laksana dan kelola dari UU Cipta Kerja di tingkat pemerintah daerah. Dalam prosesnya, tim ini sudah berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait dalam rangka harmonisasi serta supaya tidak terjadi tumpang-tindih dengan RPP lain.
"RPP yang dibuat Kemendagri ini seperti sistem penerbangan kami itu bandaranya. RPP ini menjadi unik karena nantinya tidak ada lagi aturan turunan susulan seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) jadi semuanya dalam RPP tersebut," jelasnya.
Prabawa mengatakan, Kemendagri berupaya dalam menyusun aturan turunan UU Cipta Kerja ini sejalan dengan semangat kemudahan dan kepastian iklim investasi. Landasan itu harus tecermin dalam RPP yang dibuat Kemendagri. "Maka RPP ini terkesan lebih rinci bahkan sebagian pihak meminta lebih rinci lagi," ungkapnya.
Direktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Agung Pambudhi meminta pemerintah menyelesaikan persoalan investasi dan berusaha melalui aturan turunan UU Cipta Kerja. Pemerintah juga harus tegas selaku pemegang otoritas kebijakan dalam memutuskan perizinan.
"Juga perlunya prinsip fiktif positif bahwa dalam permohonan perizinan dianggap disetujui jika dalam batas waktu tertentu tidak ada keputusan dari pemda," kata Agung.
Ia mengatakan pengusaha sangat mengharapkan pelayanan perizinan jauh lebih memberikan kepastian dari sebelum adanya UU Cipta Kerja. "Saya sangat percaya manajemen paling primitif perlu dijalankan yakni reward and punishment bagi ASN yang betugas melayani perizinan. Itu tepat untuk mengubah perilaku kerja yang selama ini ada," pungkas Agung. (P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved