Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Implementasi UU Ciptaker Bergantung Pusat dan Daerah

Putra Ananda
19/11/2020 03:40
Implementasi UU Ciptaker Bergantung Pusat dan Daerah
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (kanan) dan anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai NasDem Taufik Basari.(MI/Susanto)

SETELAH UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disahkan DPR, pengimplementasiannya masih menyisakan tantangan yang harus disiasati bersama.

Salah satunya terkait dengan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam hal penerapan dan pengimplementasian kebijakan-kebijakan yang diatur dalam omnibus law itu.

Pada sebuah acara Diskusi Virtual Denpasar 12 yang diinisasi Fraksi Partai NasDem, Wakil Ketua MPR Lestarie Moerdijat menuturkan UU Ciptaker lahir atas dasar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. UU Ciptaker dilahirkan untuk mengelola regulasi yang sudah ada dan saling tindih. Untuk mencapai hal itu, perlu harmonisasi yang baik antara pusat dan daerah.

“Tantangan masih ada dalam pengimplementasian UU Ciptaker. Khususnya ketika dibawa ke konteks tata kelola antara pusat dan daerah,” ujar Rerie, sapaan akrab Lestarie, dalam Diskusi Denpasar 12 yang mengambil tema Implikasi UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap hubungan pemerintah pusat dan daerah, kemarin.

Rerie juga menuturkan UU Ciptaker dibutuhkan untuk mengatasi kondisi krisis yang terjadi saat ini. Dirinya menyebut perlu langkah yang cepat dan tepat dalam pengimplementasian UU Ciptaker agar kesejahteraan yang dicita-citakan bangsa Indonesia bisa terwujud. Pemerintah pusat dan daerah perlu memperkecil rentang miskomunikasi dan miskoordinasi untuk mengefektifkan penerapan UU Ciptaker.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso berharap, UU Ciptaker dapat segera diaplikasikan pemerintah. Pemerintah sedang menyusun 44 rancangan peraturan pemerintah, 15 di antaranya berkaitan dengan hubungan antaran pemerintah pusat dan daerah.

“Kewenangan pemerintah daerah yang telah ditetapkan dalam UU tetap dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan norma standar prosedur dan kriteria yang ditetapkan oleh pusat,” jelas Susiwjono.

Akademisi dan Dirjen Otonomi Daerah periode 2010-2015 Djohermansyah Djohan mengingatkan pencabutan kewenangan dari daerah ke pusat berisiko menimbulkan gejolak di daerah. Pemerintah pusat dan daerah harus memperkuat kelembagaan di daerah untuk menyikapi sejumlah kebijakan dalam UU itu.

Taufik Basari mengungkapkan substansi UU Ciptaker terkait dengan hubungan pemerintah pusat dan daerah ialah penataan aspek perizinan. Selama ini, aspek perizinan sering dimanfaatkan sekelompok orang untuk kepentingan pribadi sehingga muncul berbagai hambatan investasi. (Uta/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik