Kasus Pendeta Yeremia, Ini Temuan dan Rekomendasi KomnasHAM

Cahya Mulyana
02/11/2020 17:05
Kasus Pendeta Yeremia, Ini Temuan dan Rekomendasi KomnasHAM
Intan Jaya(MI/Marcel Kelen )

KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap kematian pendeta Yeremia Zanambani di Hitadipa, Intan Jaya, Papua akibat kehabisan darah setelah menerima sejumlah tindak kekerasan. Pelakunya diduga anggota TNI Koramil Persiapan Hitadipa, yang bertugas mencari sepucuk senjata yang dirampas Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam menerangkan Investigasi kematian pendeta Yeremia pada 19 September 2020 dilakukan tim pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM dan Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua.

Tim juga telah menyusun seluruh temuan, merekonstruksi peristiwa dengan melakukan olah tempat kejadian peristiwa (TKP), sudut, lubang dan jarak tembak, mengidentifikasi karakter tembakan, permintaan keterangan saksi-saksi dan informasi terkait lainnya serta mengujinya dengan keterangan ahli.

Anam mengatakan, tim menemukan fakta-fakta peristiwa antara lain, terdapat rangkaian peristiwa menjelang kematian pendeta Yeremia Zanambani. Peristiwa itu terjadi pada 17-19 September 2020 siang. Penembakan dan kematian Serka Sahlan dan perebutan senjatanya mendorong penyisiran dan pencarian terhadap senjata yang dirampas TPNPB/OPM.

Penyisiran itu dilakukan dua kali, sekitar pukul 10.00 dan 12.00 WIT. Warga Hitadipa dikumpulkan dalam pencarian senjata dan mengirim pesan agar senjata segera dikembalikan dalam kurun waktu 2-3 hari. Dalam pengumpulan massa itu, nama Yeremia beserta lima nama lainnya disebut dan dicap sebagai musuh salah satu anggota Koramil di Distrik Hitadipa.

"Tidak lama, sekitar pukul 13.10 WIT, terjadi penembakan terhadap salah seorang Anggota Satgas Apter Koramil di pos Koramil Persiapan Hitadipa atas nama Pratu Dwi Akbar Utomo. Pratu Dwi Akbar dinyatakan meninggal dunia pada pukul 16.45 WIT setelah dievakuasi ke RSUD Kabupaten Intan Jaya," paparnya.

Sementara, tim lainnya yang terdapat nama Wakil Danramil Hitadipa Alpius Hasim Madi diduga melakukan operasi penyisiran guna mencari senjata api yang dirampas. Penembakan Pratu Dwi Akbar juga memicu rentetan tembakan hingga sekitar pukul 15.00 WIT. Penyisiran Alpius dan pasukannya juga dilihat warga sekitar, termasuk istri Yeremia, Miryam Zoani.

Bahkan Alpius disebut menuju kandang babi sekitar waktu penembakan terhadap korban. Di saat bersamaan, terdapat pembakaran terhadap rumah dinas kesehatan Hitadipa karena diduga sebagai asal tembakan terhadap Pratu Dwi Akbar atau lokasi persembunyian TPNPB/OPM. Setidaknya, dua orang saksi melihat api dan asap, serta sisa bara api dari lokasi kebakaran.

"Sekitar pukul 17.50 WIT, korban ditemukan istri korban di dalam kandang babi dengan posisi telungkup dan banyak darah di sekitar tubuh korban. Di lengan kiri korban terdapat luka terbuka dan mengeluarkan darah," jelasnya.

Baca juga : Didakwa Terima US$150 Ribu, ini Peran Brigjen Prasetijo

Penyebab Kematian.

Anam mengatakan, kematian Yeremia bukan disebabkan langsung akibat luka di lengan kirinya ataupun luka tindak kekerasan lainnya. Menurut Ahli, penyebab kematian korban karena kehabisan darah. Hal ini mengacu pada luka korban yang bukan titik mematikan. Diperkirakan korban masih hidup 5-6 jam pascaditemukkan. 

Diduga kuat adanya penyiksaan atau tindakan kekerasan lainnya dilakukan terduga pelaku guna meminta keterangan dari korban, seperti senjata yang hilang atau keberadaan TPNPB/OPM.

"Pada tubuh korban ditemukan luka terbuka, maupun luka akibat tindakan lain. Luka pada lengan kiri bagian dalam korban dengan diameter luka sekitar 5-7 cm dan panjang sekitar 10 cm merupakan luka tembak yang dilepaskan dalam jarak kurang dari satu meter," urainya.

Meskipun demikian, tim berkeyakinan luka itu dimungkinkan akibat adanya kekerasan senjata tajam lainnya, karena melihat posisi ujung luka yang simetris. Selain itu, juga potensial ditemukan tindakan lain berupa jejak intravital pada leher, luka pada leher bagian belakang berbentuk bulat, dan pemaksaan korban agar berlutut.

"Diduga terdapat kontak fisik langsung antara korban dengan terduga pelaku saat peristiwa terjadi," katanya.

Dari hasil olah TKP, lanjut Anam, Komnas HAM menemukan setidaknya 19 titik lubang dari 14 titik tembak pada bagian luar dan dalam kandang babi, maupun pada atap kandang, dan luka pada pohon akibat tembakan.

Berdasarkan penghitungan jarak tembak dan posisi lubang diperkirakan berkisar 9-10 meter dari luar kandang dan diarahkan ke TKP maupun sekitar TKP. Arah dan sudutnya pun tampak tidak beraturan/acak.

Komnas HAM menduga kuat adanya unsur kesengajaan dalam membuat arah tembakan yang acak dan tidak mengarah pada sasaran, tetapi untuk mengaburkan fakta peristiwa penembakan yang sebenarnya. Namun Polri belum menjelaskan keberadaan peluru yang ada di lubang kayu balok terdapat bekas congkelan proyektil peluru pada balok.

"Polri hanya memberikan penjelasan menemukan proyektil peluru di sekitar tungku," ungkapnya.

Anam mengungkapkan peristiwa kematian Yeremia merupakan bagian dari berbagai kekerasan bersentaja yang telah berlangsung di Intan jaya dengan pola dan karakter yang mirip satu dengan yang lain.

Baca juga : Tanggapi Laporan Komnas HAM, TNI: Kami Tunggu Hasil TGPF

Diduga Target

Berdasarkan temuan dan analisa peristiwa di atas, dapat disimpulkan Yeremia mengalami penyiksaan dan atau tindakan kekerasan lainnya berupa tembakan ditujukan ke lengan kiri korban dari jarak kurang dari satu meter atau jarak pendek saat korban berlutut.

"Korban juga mengalami tindakan kekerasan lain berupa jeratan, baik menggunakan tangan ataupun alat tali untuk memaksa korban berlutut yang dibuktikan dengan jejak abu tungku yang terlihat pada lutut kanan korban. Kematian pendeta Yeremia dilakukan dengan serangkaian tindakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa diluar proses hukum atau extra judicial killing" paparnya.

Anam mengatakan Yeremia diduga sudah menjadi target atau dicari oleh terduga pelaku dan mengalami penyiksaan dan/atau tindakan kekerasan lainnya untuk memaksa keterangan dan/atau pengakuan dari korban atas keberadaan senjata yang dirampas TPNPB/OPM maupun keberadaan anggota TPNPB/OPM lainnya.

Hal ini secara tegas disampaikan Alpius yang menyebutkan nama Yeremia sebagai salah satu musuhnya. Terlebih Yeremia cukup vokal dalam menanyakan keberadaan hilangnya dua orang anggota keluarganya kepada pihak TNI.

"Diduga bahwa pelaku adalah Alpius, Wakil Danramil Hitadipa, sebagaimana pengakuan langsung korban sebelum meninggal dunia kepada dua orang saksi, dan juga pengakuan saksi-saksi lainnya. Pasalnya Alpius berada di sekitar TKP pada waktu kejadian dan tiga atau empat anggota lainnya," ujarnya.

Baca juga : Nyanyian Napoleon Bonaparte dalam Dakwaan

Rekomendasi

Berdasarkan data, fakta, dan informasi ini, Komnas HAM merekomendasikan pengungkapan kematian Yeremia harus sampai aktor yang paling bertanggung jawab dan membawa kasus tersebut pada peradilan Koneksitas. "Proses hukum tersebut dilakukan dengan profesional, akuntable dan transparan," katanya.

Proses hukum, katanya, harus dilakukan di Jayapura dan/atau tempat yang mudah dijangkau dan aman oleh para saksi dan korban. Para saksi dan korban mesti mendapatkan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Penting untuk melakukan pendalaman informasi dan keterangan terkait kesaksian Alpius dan seluruh anggota TNI di Koramil persiapan Hitadipa, termasuk stuktur komando efektif dalam peristiwa tersebut dan yang melatar belakangi. Mendalami upaya pengalihan dan atau pengaburan fakta-fakta peristiwa," paparnya.

KomnasHAM juga merekomendasikan pemerintah menciptakan kondisi yang menjamin rasa aman seluruh masyarakat di Hitadipa. Itu melalui tidak menggunakan security approach dan membenahi tata kelola keamanan, menghormati hukum HAM dan hukum humaniter dengan memastikan bahwa rasa aman bagi masyarakat sipil secara keseluruhan dengan tidak mengembangkan rasa takut, stigmatisasi, dan menjadikan masyarakat sipil dalam instrument kekerasan bersenjata.

Penguatan fungsi kepolisian dalam penegakan hukum di polres dan polsek-polsek yang ada di Intan Jaya. Penegakan hukum yang kredible, akuntable dan transparan. Menghidupkan SD-SMP YPPG untuk kegiatan belajar mengajar yang saat ini digunakan sebagai Pos Koramil Persiapan Hitadipa.

"Mendorong dan mempercepat kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan umum dan publik oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Intan Jaya dan jajaran," tegasnya.

Anam juga mengatakan laporan penyelidikan ini akan di sampaikan kepada presiden dan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD. Komnas HAM berharap pengungkapan peristiwa kematian Yeremia secara transparan, proses keadilan yang profesional dan kredible dapat diselenggrakan. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya