Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Penanganan OTG Diminta Intensif

Hilda Julaika
30/9/2020 05:11
Penanganan OTG Diminta Intensif
Sejumlah dokter bersama tenaga medis melaksanakan salat jenazah dokter Zulkifl i, 80, yang positif covid-19, Banda Aceh, Aceh, kemarin.(ANTARA/AMPELSA)

DALAM perspektif epidemiologis, penderita covid-19 yang masuk kategori orang tanpa gejala (OTG) merupakan kalangan sangat berbahaya karena, meskipun terlihat sehat, di dalam tubuh OTG berjangkit virus korona yang sangat mudah menulari orang lain.

Ironisnya, sebagian besar penderita covid-19 di Indonesia dilaporkan termasuk kategori tersebut. Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan DKI Jakarta Fify Mulyani, misalnya, menyebut bahwa angka pasien kategori OTG di Ibu Kota menempati jumlah terbanyak, yakni mencapai 45%. Sisanya 40% mengalami gejala sedang dan 15% bergejala berat serta kritis.

“Secara rata-rata sampai saat ini, angka OTG itu berkisar di angka 45% dan ini menjadi PR (pekerjaan rumah) kita saat ini,” kata Fify dalam diskusi secara virtual, kemarin.

Proporsi OTG di daerah lain dilaporkan juga menempati mayoritas dalam populasi penderita covid-19. Secara nasional, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo pernah menyebut proporsinya mencapai 80%.

“Sekitar 80% adalah masyarakat yang tidak menunjukkan gejala, tapi dia positif covid-19,” ujar Doni Monardo dalam sebuah tayangan di saluran Youtube, beberapa waktu lalu.

Dominannya proporsi OTG dalam struktur populasi penderita covid-19 membuat kelompok masyarakat lain berada dalam bahaya. Terlebih kelompok masyarakat yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid, yang jika tertular covid-19 dari OTG akan berisiko mengalami gejala berat dan kritis.

Karena itu, pemerintah diminta menangani lebih intensif dan khusus kelompok pasien OTG tersebut. Hal itu karena OTG relatif besar kemungkinan pulihnya, tetapi jika tidak dikelola, sangat membahayakan orang lain, terutama yang memiliki penyakit penyerta.

Dalam kaitan itulah, Wakil Ketua Komite Kebijakan Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan strategi khusus yang disebutnya dari hulu ke hilir dalam menangani pandemi covid-19.

Khusus untuk menangani OTG, Luhut yang juga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyatakan pihaknya akan membangun pusat-pusat karantina dan isolasi untuk pasien kategori OTG dan gejala ringan di kota-kota dengan kasus tertinggi di delapan provinsi.

“Lokasi itu tentunya akan tetap menyediakan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan pasien, seperti peralatan kesehatan dan obat. Kemudian pada tahap ini hilir, kita membenahi manajemen perawatan pasien covid-19 untuk meningkatkan recovery rate dan menurunkan mortality rate,” kata Luhut dalam keterangan tertulis, kemarin.

Terus melonjak

Sementara itu, jumlah kasus terkonfirmasi positif covid-19 dilaporkan terus melonjak. Data Kementerian Kesehatan menyebutkan pada Selasa (29/9) ada penambahan kasus positif sebanyak 4.002 orang.

Untuk menekan laju penambahan kasus, epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko menyebut PSBB ketat seperti yang diambil Pemprov DKI Jakarta harus terus diperpanjang

Tri Yunis mengakui bahwa efektivitas PSBB ketat jilid II di DKI Jakarta menurun ketimbang PSBB jilid I. Namun, hal itu karena Jakarta tidak bisa sendirian menangani covid-19 di wilayah tersebut.

“Agar efektif, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek) juga harus memberlakuan PSBB karena Jakarta bersama Bodetabek merupakan wilayah aglomerasi yang saling terhubung,” tegas Tri Yunis. (Pra/Put/Ant/X-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya