Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
BADAN Intelijen Negara (BIN) menanggapi tuduhan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebut BIN tidak mempunyai kemampuan menangkap buronan kelas kakap. Padahal, lembaga sandi negara ini sama sekali tidak dibekali kewenangan penangkapan.
"UU No 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara Pasal 10 menyebut Badan Intelijen Negara merupakan alat negara yang menyelenggarakan fungsi intelijen dalam dan luar negeri. BIN berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden, sehingga laporan BIN langsung ke presiden tidak disampaikan ke publik," kata Juru Bicara sekaligus Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto dalam keterangan resmi, Rabu (29/7).
Ia mengatakan BIN juga bertindak sebagai koordinator lembaga intelijen negara dan melakukan koordinasi dengan Penyelenggara Intelijen Negara lainnya, yaitu Intelijen TNI, Kepolisian, kejaksaan, dan intelijen kementerian atau nonkementerian
Baca juga: Kekayaan Brigjen Prasetijo Melejit hingga Rp3,13 M
Landasan lain, kata dia, adalah Pasal 30 UU Nomor 17 Tahun 2011 yang menyebut BIN tidak mempunyai kewenangan penangkapan baik di dalam maupun di luar negeri.
BIN bukan lembaga penegak hukum. BIN memberikan masukan ke presiden yang sifatnya strategis menyangkut keamanan negara.
Hingga saat ini, BIN terus melaksanakan koordinasi dengan lembaga intelijen dalam dan luar negeri dalam rangka memburu koruptor secara tertutup, sebagaimana terjadi pada kasus penangkapan Totok Ari Prabowo dan Samadikun Hartono. Demikian juga dalam kasus Maria Pauline Lumowa yang ujung tombaknya adalah Kemenkumham.
Sesuai UU Nomor 17 Tahun 2011, BIN berwenang melakukan operasi di luar negeri. BIN memiliki perwakilan di luar negeri termasuk dalam upaya mengejar koruptor. Namun tidak semua negara ada perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.
"Hal ini dilakukan upaya lain. Info yang diperoleh, rata-rata para terdakwa kasus korupsi masih melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK)," jelasnya.
Demikian juga masalah Joko Tjandra, masih mengajukan PK. Hal ini menjadi kewenangan yudikatif untuk menilai layak dan tidaknya pengajuan PK berdasarkan bukti baru (novum) yang dimiliki.
"Jika ada pelanggaran dalam SOP proses pengajuan PK maka ada tindakan atau sanksi. BIN tidak berkewenangan melakukan intervensi dalam proses hukumnya," pungkasnya. (OL-1)
"Nanti kalau sudah ranah penyidikan baru kita bisa mengetahui. Biar penyidik yang menjelaskan," ujar Kadiv Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono di Mabes Polri, Kamis (16/7).
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi NasDem Eva Yuliana mengapresiasi Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis yang dengan tegas menindak lanjuti laporan adanya oknum polisi terkait dengan Joko Tjandra.
MAKI meyakini buronan bernama lengkap Joko Soegiarto Tjandra ini masih berada di Kuala Lumpur, Malaysia.
Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri telah menetapkan eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo sebagai tersangka
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono menegaskan bahwa Joko Tjandra memang menaiki pesawat yang memang disewa polisi untuk kembali ke Jakarta dari Malaysia.
Tim penyidik Polri akan memeriksa Joko untuk mengetahui motif dan cara Joko bepergian di Indonesia dengan menggunakan surat jalan yang pembuatannya dibantu Brigjen Prasetijo Utomo.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved