Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Disinggung ICW, Ini Tanggapan BIN Soal Joko Tjandra

Cahya Mulyana
29/7/2020 08:35
Disinggung ICW, Ini Tanggapan BIN Soal Joko Tjandra
Joko Tjandra(MI/M Soleh)

BADAN Intelijen Negara (BIN) menanggapi tuduhan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebut BIN tidak mempunyai kemampuan menangkap buronan kelas kakap. Padahal, lembaga sandi negara ini sama sekali tidak dibekali kewenangan penangkapan.

"UU No 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara Pasal 10 menyebut Badan Intelijen Negara merupakan alat negara yang menyelenggarakan fungsi intelijen dalam dan luar negeri. BIN berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden, sehingga laporan BIN langsung ke presiden tidak disampaikan ke publik," kata Juru Bicara sekaligus Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto dalam keterangan resmi, Rabu (29/7).

Ia mengatakan BIN juga bertindak sebagai koordinator lembaga intelijen negara dan melakukan koordinasi dengan Penyelenggara Intelijen Negara lainnya, yaitu Intelijen TNI, Kepolisian, kejaksaan, dan intelijen kementerian atau nonkementerian

Baca juga: Kekayaan Brigjen Prasetijo Melejit hingga Rp3,13 M

Landasan lain, kata dia, adalah Pasal 30 UU Nomor 17 Tahun 2011 yang menyebut BIN tidak mempunyai kewenangan penangkapan baik di dalam maupun di luar negeri.

BIN bukan lembaga penegak hukum. BIN memberikan masukan ke presiden yang sifatnya strategis menyangkut keamanan negara.

Hingga saat ini, BIN terus melaksanakan koordinasi dengan lembaga intelijen dalam dan luar negeri dalam rangka memburu koruptor secara tertutup, sebagaimana terjadi pada kasus penangkapan Totok Ari Prabowo dan Samadikun Hartono. Demikian juga dalam kasus Maria Pauline Lumowa yang ujung tombaknya adalah Kemenkumham.

Sesuai UU Nomor 17 Tahun 2011, BIN berwenang melakukan operasi di luar negeri. BIN memiliki perwakilan di luar negeri termasuk dalam upaya mengejar koruptor. Namun tidak semua negara ada perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.

"Hal ini dilakukan upaya lain. Info yang diperoleh, rata-rata para terdakwa kasus korupsi masih melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK)," jelasnya.

Demikian juga masalah Joko Tjandra, masih mengajukan PK. Hal ini menjadi kewenangan yudikatif untuk menilai layak dan tidaknya pengajuan PK berdasarkan bukti baru (novum) yang dimiliki.

"Jika ada pelanggaran dalam SOP proses pengajuan PK maka ada tindakan atau sanksi. BIN tidak berkewenangan melakukan intervensi dalam proses hukumnya," pungkasnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya