Headline
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
PENGAMAT hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mempertanyakan keleluasaan buronan kasus hak tagih Bank Bali Joko Tjandra bisa mengakses layanan publik seperti pembuatan KTP dan paspor.
Ia pun meminta Kejaksaan Agung turut mengusut apakah akses yang didapat Joko Tjandra merupakan kesengajaan membantu buronan atau sebatas keteledoran koordinasi antarinstansi.
"Ini juga suatu keteledoran aparat. Apakah ini suatu kesengajaan. Dari faktanya mengapa lurah melayani langsung DT (Djoko Tjandra) yang dikawal tiga orang. Bagaimana imigrasi juga bisa menerbitkan paspor dengan mudah," kata kata Abdul Fickar saat dihubungi, Rabu (8/7).
Seeprti diberitakan, pada 8 Juni lalu , Joko tercatat berada di Indonesia dan mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Jakarta Selatan. Di hari yang sama, Joko Tjandra mengurus pembuatan KTP di Kelurahan Grogol Selatan. Ia juga ternyata pernah mengurus pembuatan paspor pada 22 Juni lalu.
"Menjadi pertanyaan apakah memang karena ketidaktahuan atau memang sudah diskenariokan. Ironis aparat pemerintah dan penegak hukum telah dipermainkan oleh terdakwa Joko Tjandra," ucap Abdul Fickar.
Baca juga : Mafia Hukum Bantu Fasilitasi Kaburnya Joker
Abdul Fickar menegaskan, Kejaksaan Agung harus bisa menangkap Joko Tjandra meski yang bersangkutan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Buronan kasus hak tagih Bank Bali itu wajib ditangkap karena putusan pengadilan sudah final atau berkekuatan hukum tetap.
"Mengajukan atau tidak mengajukan PK, sebagai buronan harus dan wajib ditangkap karena putusan pengadilan atas kejahatannya di Indonesia sudah final. Apalagi PK itu upaya hukum luar biasa yang tidak menghalangi eksekusi," ujarnya.
Begitu juga dengan persoalan status kewarganegaraan Joko Tjandra. Joko disebut pernah menyandang kewarganegaraan Papua Nugini. Menurut Abdul Fickar, sekalipun Joko memegang kewarganegaraan lain, ia tetap harus dieksekusi lantaran kejahatannya dilakukan di Indonesia.
"Ketika seorang sudah berstatus sebagai narapidana apalagi kemudian buron, maka tidak ada lagi upaya hukum apapun yang dapat menghalangi eksekusi. Upaya hukum luar biasa PK atau bahkan permohonan grasi pun sama sekali tidak bisa menghalangi dilaksanakannya hukuman terhadap narapidana berkewarganegaraaan apapun selama dia melakukan kejahatan di Indonesia," ucap Fickar. (OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved