Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Anak Berkewarganegaraan Ganda Hadapi Berbagai Masalah

Golda Eksa
08/7/2020 17:22
Anak Berkewarganegaraan Ganda Hadapi Berbagai Masalah
Direktur Tata Negara Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM Baroto(Dok. Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM)

MESKI sudah ada ada payung hukum UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, persoalan anak berkewarganegaraan ganda yang lahir dari perkawinan campur antara WNI dan WNA masih saja menimbulkan berbagai masalah.

Direktur Tata Negara Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM Baroto, mengatakan bahwa UU 12/2006 sesungguhnya cukup revolusioner dan secara lebih komprehensif telah mengatur berbagai permasalahan kewarganegaraan yang berkembang. Banyak perubahan dan perbaikan yang merupakan penyempurnaan dari UU sebelumnya.

"Akan tetapi, sejalan dengan dinamika yang berkembang di dalam masyarakat, masih terdapat beberapa permasalahan yang ternyata tidak terakomodasi secara baik di dalam undang-undang dimaksud. Sehingga sering menimbulkan interpretasi yang beragam dalam menangani permasalahan kewarganegaraan ini," ujar Baroto saat membuka diskusi daring bertajuk Anak Berkewarganegaraan Ganda Dalam Aspek Kepastian dan Perlindungan Hukum, Rabu (8/7).

Baca juga: Pahami Dampak Hukum Perkawinan Dengan WNA

Diskusi yang diikuti sekitar 1.000 peserta itu menghadirkan beberapa narasumber, antara lain Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jimly Asshidiqie, Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Andy Rachmianto, serta Ike Farida dari Farida Law Office.

Baroto menjelaskan beberapa permasalahan yang dialami anak berkewarganegaraan ganda, diantaranya anak dari perkawinan campur yang lahir sebelum sebelum diundangkannya UU Nomor 12 Tahun 2006 yang tidak didaftarkan oleh orangtua atau walinya sebagai anak berkewarganegaraan ganda. Sesuai ketentuan Pasal 41 UU Nomor 12 Tahun 2006, batas waktu pendaftaran tersebut berakhir 4 tahun setelah UU tersebut diundangkan, yakni 1 Agustus 2010.  

Permasalahan juga sering muncul terhadap anak yang dilahirkan dari perkawinan antara ayah WNI dan ibu WNI yang lahir di luar wilayah Indonesia, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak-anak tersebut.

Selanjutnya, kata Baroto, anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah sebelum diundangkannya UU Nomor 12 Tahun 2006 dari ayah WNA dan ibu WNI ataupun sebaliknya, namun anak tersebut atau walinya terlambat untuk menyatakan memilih kewarganegaraan Indonesia sampai batas waktu yang ditentukan berakhir pada usia 21 tahun, juga masih menjadi permasalahan yang dihadapi saat ini.

Jimly menyampaikan bahwa permasalahan kewarganegaraan ini memang tidak bisa dipecahkan oleh Indonesia sendiri. Dia menyarankan agar Indonesia bisa membangun hubungan kerja sama bilateral dengan negara lain dalam menyelesaikan persoalaan kewarganegaraan tersebut.

"Namun dalam membangun hubungan bilateral dengan negara lain nantinya dalam masalah kewarganegaraan harus mengedepankan prinsip kepentingan Indonesia dalam status kewarganegaraan warganya," katanya.

Andy Rachmianto, mengatakan permasalahan anak berkewarganegaraan ganda untuk memilih kewarganegaraan Indonesia juga mengalami kendala dari negara salah satu orang tuanya yang WNA.

Beberapa masalah yang ada, yakni perbedaan hukum status kewarganegaraan antara Indonesia dengan negara lain, kesadaran dan pemahaman warga Indonesia, ketersediaan data dan dokumen, serta verifikasi status kewarganegaraan. "Hal-hal tersebut yang juga menjadi permasalahan anak berkewarganegaraan ganda dalam memilih Indonesia sebagai status kewarganegaraannya," tukas Andy.

Pendiri Farida Law dan pelaku perkawinan campur, Ike Farida, menambahkan permasalahan anak berkewarganegaraan ganda sangat sering terjadi ketika seorang anak yang masih berusia 21 tahun harus memilih salah satu kewarganegaraan. Padahal, pada usia tersebut seorang anak masih labil terutama dalam memilih hal yang menyangkut masa depannya. (RO/J-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : MEGAPOLITAN
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik