Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Bukan Waktu yang Ideal

Dhika Kusuma Winata
06/7/2020 05:25
Bukan Waktu yang Ideal
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute, Gun Gun Heryanto(MI/ROMMY PUJIANTO)

KETIDAKPUASAN Presiden Joko Widodo atas kinerja para pembantunya menbuat spekulasi apakah akan ada reshuffle. Wartawan Media Indonesia mencoba mewawancarai Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute, Gun Gun Heryanto apakah tepat jika dilakukan reshuffle? berikut petikan wawancaranya.


APAKAH rencana perombakan menteri sudah tepat?

Memang pada situasi yang sangat membutuhkan kerja cepat, pada situasi pandemi ini, sebenarnya bukan waktu ideal untuk melakukan reshuffle. Apalagi, kalau menyangkut pos-pos kementerian yang langsung terhubung dengan penanganan covid-19. Ini memang bukan waktu ideal karena ketika datang menteri baru, tentu manajemen birokrasi tidak bisa langsung tune in. Cuma masalahnya, Presiden juga punya pertimbangan extraordinary. Pandemi sudah tiga bulan lebih, tentu ada ekspektasi publik yang luar biasa tinggi.


Jadi, ancaman reshuffle hanya untuk menguji reaksi publik?

Jika teguran keras sudah diberikan, seharusnya menteri yang bersangkutan berkaca dan melakukan perbaik an signifi kan. Makanya, saya melihat pernyatan dari Jokowi itu testing the water. Kalau melihat pola reshuffl e periode pertama, pada Agustus 2015. Kita tinggal lihat dua bulan ini apakah menteri-menteri yang disebut melakukan perbaikan dan juga menteri-menteri lain. Kalau misalnya tidak ada perubahan, bisa saja pola reshuffle periode pertama dilakukan Jokowi. Substansi pesan dari Jokowi itu ingin menegaskan rentang kontrol atas seluruh menterinya. Sebagai kepala pemerintahan, dia punya otoritas penuh untuk meminta kinerja signifikan para menterinya dan itu sudah wajar dilakukan Presiden.


Jika dilakukan, siapa menteri yang kemungkinan diganti?

Kalau titik tekannya pada power relation, menterimenteri dari kelompok profesional rentan diganti. Namun, kalau ukurannya efektivitas kinerja, jika menteri dari parpol itu kurang bagus dan harus diganti dari parpol lagi, harus diisi orang-orang yang sungguhsungguh dan bagus. Akan tetapi, ini sebenarnya bukan soalnya jatah siapa. Pertanyaan soal reshuffl e harusnya untuk apa, jadi argumen Jokowi dalam konteks kinerja ada matriks dan ukuran-ukurannya. Dengan begitu, reshuffl e untuk siapa, ya untuk kepentingan publik. Jangan sampai salah reshuffle selalu untuk oligarki parpol.


Jokowi menyebut akan mempertaruhkan reputasi politiknya. Apakah ini ingin menunjukkan keseriusannya?

Pernyataan Presiden kan dipublikasikan setelah sudah 10 hari lebih. Artinya, ketika disebarkan, ketika disampaikan, itu mempunyai intensi. Pesan (reshuffle) juga harus dibaca sebagai narasi pemerintahan Jokowi ke publik. Kurang lebih, ingin dipahami bahwa Jokowi serius dalam menangani covid-19 ini. Gestur dan pesan itu memang ditunjukkan kepada menteri-menteri, tapi porsi besarnya bicara soal panggung depan (front stage). Jokowi juga ingin reputasi dan citranya sebagai pemimpin yang memerintah agar kemudian tidak tercederai karena kinerja menterinya yang buruk.


Kabinet seperti apa yang benar-benar bisa membantu Jokowi di masa krisis ini?

Jadi, pada akhirnya akan kembali ke Jokowi, kebutuhannya untuk apa. Jangan sampai reshuffl e dilakukan, tapi hanya untuk mengganti orang. Reshuffle itu dilakukan untuk kebutuhan perbaikan yang signifi kan dan mendesak. Kalau ada orang yang bisa menggantikan, melakukan perbaikan signifi kan dan langkah luar biasa, why not. (Dhk/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya