Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
DPR RI memutuskan untuk menarik pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dari Prolegnas 2020. Keputusan ini menimbulkan pandangan yang berbeda dari sejumlah fraksi.
Salah satu farksi yang mendorong kelanjutan pembahasan RUU PKS ialah Partai Nasional Demorkat (NasDem). Legislator NasDem yang juga Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Komisi VII NasDem, Lisda Hendrajoni, mendorong agar pembahasan RUU PKS dilanjutkan.
“Kami terus perjuangkan ini untuk kepentingan masyarakat. Terutama kaum perempuan dan anak yang jumlahnya terus menjadi korban kekerasan seksual,” tegas Lisda, Jumat (3/7).
Baca juga: RUU PKS Dilengserkan, Publik Gusar
RUU PKS, kata Lisda, merupakan suatu kebutuhan untuk melindungi perempuan dan anak dari kekerasan seksual. “Jadi kalau ada statement pencabutan (RUU PKS), saya pastikan itu dari pribadi yang bersangkutan. Kami, khususnya Fraksi NasDem masih optimistis dengan pengesahan RUU tersebut,” pungkas Lisda.
Berdasarkan data Komnas perempuan sepanjang 2015-2019, jumlah kasus kekerasan seksual terus meningkat. Puncaknya pada 2019 yang mencapai 431.471 kasus. Lisda kembali menekankan RUU PKS penting untuk dituntaskan DPR.
"Bahkan, laporan secara langsung ke Komnas Perempuan mencapai 1.419 laporan. Artinya, ini sudah menjadi sesuatu yang mendesak. Sampai kapan kita harus menunggu,” seru dia.
Anggota Komisi VIII dari Fraksi PDI Perjuangan, Selly Andriany Gantina, menilai tidak benar ada upaya menghilangkan RUU PKS dari Prolegnas 2020.
Baca juga: Pernikahan di Bawah Umur Bentuk Pelanggaran HAM
"Tidak betul itu. Saya rasa jika tidak diklarifikasi akan jadi bola liar di publik. RUU PKS hanya digeser. Dari sebelumnya tanggung jawab Komisi VIII menjadi di bawah Badan Legislasi," ungkap Selly.
Selly mengatakan pemindahan RUU PKS ke tangan Badan Legislasi juga menjadi kesempatan yang penting untuk dikawal. "Komisi VIII prioritas tahun ini akan selesaikan revisi UU Penanggulangan Bencana. RUU PKS kemudian bergeser ke Baleg. Ini justru positif. Karena jika di Baleg, kajiannya semakin komprehensif," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas, menyebut pemabahasan RUU PKS ditarik dengan alasan menunggu pengesahan RKUHP. Mengingat, itu berkaitan dengan pengaturan sanksi pelaku kekerasan.(OL-11)
Aturan teknis sangat dibutuhkan agar menjadi landasan pembentukan unit pelaksana teknis daerah (UPDT).
Agar kehadiran beleid itu efektif mencegah dan menuntaskan kasus kekerasan seksual di Tanah Air
Sepanjang 2021 terdapat 3.838 kasus kekerasan berbasis gender dilaporkan langsung kepada Komnas Perempuan. Angka itu naik 80% dibandingkan tahun sebelumnya.
PKS merupakan satu-satunya pihak di DPR yang menolak pembahasan RUU PKS
RUU TPKS akan memuat aturan secara terperinci hingga ke aturan hukum beracara untuk melindungi korban kekerasan seksual.
Kemenag sedang menyusun regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri Agama dengan mengikuti dinamika dalam penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved