Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Revisi UU MK Sarat Kepentingan Politik

Ind/P-5
09/5/2020 06:55
Revisi UU MK Sarat Kepentingan Politik
Gedung Mahkamah Konstitusi.(Medcom.id/Siti Yona Hukmana)

REVISI Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai tidak substansial dan sarat kepentingan politik. Demikian yang mengemuka dalam diskusi virtual bertajuk Potensi Konflik Kepentingan di Balik Revisi UU MK yang diselenggarakan lembaga independen Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif di Jakarta, Kamis (7/5).

Diskusi itu dihadiri Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof Susi Dwi Harijanti, Hakim Mahkamah Konstitusi periode 2015-2020 I Dewa Gede Palguna, Hakim Konstitusi periode 2003-2008 Maruarar Siahaan, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Zaenal Arifin Mochtar, dan Peneliti Kode Inisiatif Violla Reininda.

Susi menyoroti dua sisi revisi, pertama dari sisi formil. Salah satu UU yang akan diubah mengenai kekuasaan kehakiman. DPR harus hati-hati apabila melakukan perubahan. Pasalnya, MK sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman harus independen dan imparsial, tidak boleh memihak, serta harus menyelesaikan perkara yang diajukan masyarakat secara adil.

Dari segi substansi, ada hal yang lebih penting ketimbang mengubah batasan minimal usia hakim MK dari 47 tahun menjadi 60 tahun, yaitu mengubah menjadi UU tersendiri. Tujuannya supaya masyarakat yang mencari keadilan diakomodasi dalam mengajukan perkara ke MK.

Masalah usia itu, kata Maruarar, ada unsur kepentingan. Ia melihat agar mereka yang di Mahkamah Agung (MA) bisa terpilih menjadi hakim MK.

Sementara itu, I Dewa Gede Palguna berpendapat ada semacam imoralitas politik dari upaya DPR merevisi UU MK. Revisi diajukan saat bangsa Indonesia tengah fokus pada penanganan pandemi virus korona. Hal itu, ujarnya, tidak bisa diterima. “Bagaimana mungkin ada keterlibatan rakyat di situ ketika perhatian kita fokus mengadapi pandemi,” ucapnya.

Zaenal menambahkan, dari draf RUU MK yang beredar, terdapat sembilan hal perubahan yang dicantumkan, antara lain revisi pasal untuk menyesuaikan dengan putusan MK, perubahan usia hakim MK yang mana diatur dalam pasal 4 dan 87 UU MK, dan masa jabatan panitera. Ia menyoroti substansi RUU tersebut sama sekali tidak mendesak sebab hanya mencabut pasal-pasal yang sudah dibatalkan MK.

Revisi UU MK diajukan anggota DPR perseorangan, yaitu Ketua Badan Legislastif DPR Supratman Andi Agtas. Usulan revisi itu belum masuk daftar UU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2020. (Ind/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik